"Kasus perusakan, melihat dari mereka saja sebenarnya. Melihat dari pelapor. (Artinya) Kalau misalnya mau lanjut terus, saya pikir itu hak mereka. Karena mereka yang melapor kan. Kalau saya sih, sejak awal 'oke saya merusak, kena pasal 406, bisa pasal 407', saya perusak. Selesai. Kalau negara hukum kan seperti itu, saya perusak, oke saya salah," ungkapnya.
Kapolres Timor Tengah Utara AKBP Nelson Filipe Diaz Quintas mengatakan kasus tersebut masih diproses. Dia mengatakan jika kasus tersebut ingin diselesaikan damai, harus ada pernyataan tertulis dari kedua pihak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Umpamanya mereka iktikad baik untuk damai, kita tidak masuk ke dalam. Itu antara mereka saja. Kalau nanti mereka buat damai, buat secara tertulis," kata AKBP Nelson saat dihubungi, Rabu (22/7).
Soal peluang penyelesaian kasus secara kekeluargaan disampaikan pihak Keuskupan Atambua lewat situs resminya. Pernyataan ini disampaikan bersamaan dengan klarifikasi yang disampaikan Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Atambua (KA), Romo Paulus Nahak I, Pr, dan Vicaris Yudicial (Vicyud) Keuskupan Atambua, Romo Mateus da Cruz.
Ada empat poin yang disampaikan pihak Keuskupan Atambua terkait kasus ini. Dua poin pertama yang disampaikan ialah mengenai sosok pastor yang dikritik oleh Felix. Poin lainnya, pihak Keuskupan Atambua membuka peluang kasus yang sedang dihadapi Felix diselesaikan lewat jalur kekeluargaan.
"Bahwa proses hukum pidana yang baru dimulai terhadap Felix Nesi dan segala permasalahannya dapat diselesaikan secara kekeluargaan, dengan prinsip keterbukaan hati untuk mengungkap kebenaran demi mencapai keadilan dan perdamaian," demikian bunyi klarifikasi pihak Keuskupan Atambua seperti dilihat detikcom dari situs resminya, Rabu (8/7).
Diketahui, Felix dilaporkan ke polisi karena melakukan perusakan di rumah pastoran yang terjadi pada Jumat (3/7) malam. Felix telah ditetapkan sebagai tersangka. Dia tidak ditahan, melainkan dikenai wajib lapor.
(jbr/tor)