Kuasa hukum eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Maqdir Ismail menyebut penetapan tersangka terhadap kliennya melanggar aturan hukum. Sebab, Maqdir mengaku Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono belum menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK.
"Bahwa Rezky Herbiyono sama sekali belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK, sedangkan Nurhadi baru tahu adanya SPDP yang ditujukan padanya jauh-jauh hari setelah tanggal yang tertera dalam SPDP Nurhadi," kata Maqdir kepada wartawan, Senin (24/2/2020).
Maqdir mengatakan SPDP untuk Nurhadi malah dikirim KPK ke alamat rumah kosong di Mojokerto. Ia menyebut dua kliennya itu baru mengetahui penetapan tersangka dari orang lain.
"Rezky Herbiyono dan Nurhadi mengetahui adanya penetapan tersangka (dimulainya penyidikan) terhadap diri mereka oleh KPK justru dari informasi yang diberikan oleh Handoko Sutjitro yang dipanggil sebagai saksi berdasarkan surat panggilan nomor. 8469/DIK.01.00/ 23/12/2019 tertanggal 10 Desember 2019, Informasi dari Hiendra Soenjoto, dan konferensi pers yang dilakukan oleh KPK," ujarnya.
Untuk itu, Ia menuding sebenarnya KPK tidak pernah mengeluarkan SPDP untuk Rezky Herbiyono dan Nurhadi. Kalau pun menerbitkan, Maqdir menduga KPK telah melanggar aturan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP.
"Kalaupun KPK mengeluarkan SPDP untuk Rezky Herbiyono dan Nurhadi, itu berarti proses pemberitahuannya telah dilakukan dengan melanggar hukum acara yang berlaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 227 KUHAP," sebut Maqdir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Maqdir juga menyoal penetapan tersangka terhadap Nurhadi, Rezky dan Heindra disebut tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sebagai 'calon tersangka'. Menurut Maqdir, penetapan tersangka terhadap kliennya itu bertentangan dengan hukum acara dan due process of law .
"Penetapan tersangka terhadap diri Rezky Herbiyono dan Nurhadi dan Hiendra Soenjoto yang dilakukan langsung setelah adanya LKTPK tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sebagai 'calon tersangka' (dalam hal ini terlapor) adalah bertentangan dengan hukum acara dan due process of law sehingga sudah seharusnya penetapan tersangka dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tuturnya.
Untuk diketahui, Nurhadi cs kembali mengajukan praperadilan melawan KPK. Pengacara Nurhadi cs, Maqdir Ismail mengatakan gugatan praperadilan kali ini berbeda dengan materi gugatan praperadilan sebelumnya yang diputuskan ditolak oleh hakim tunggal PN Jakarta Selatan.
Dalam gugatan yang baru itu, kata dia, secara spesifik ingin menguji tentang SPDP penetapan Rezky sebagai tersangka yang tidak diberikan KPK secara langsung dan diterima langsung oleh Rezky.
Praperadilan Nurhadi cs itu terdaftar di nomor perkara 11/Pid.Pra/2020/PN.JKT SEL. Pihak pemohon adalah Nurhadi, Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi), dan Hiendra Soenjoto (Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal/MIT), dan termohonnya adalah KPK.
Untuk diketahui, Nurhadi diduga KPK menerima total Rp 46 miliar dengan rincian Rp 33.100.000.000 dari Hiendra melalui Rezky dan Rp 12,9 miliar sebagai gratifikasi. Untuk gratifikasi, KPK belum membeberkan secara detail kecuali keterkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK (peninjauan kembali) di MA.
Sidang perdana praperadilan Nurhadi yang rencana digelar hari ini, Senin (24/2) ditunda. Pihak KPK meminta sidang ditunda 2 minggu ke depan.