"Sebenarnya itu lagu baru Jaksa Agung (baru) yang sudah pernah disuarakan beberapa kali. Dan, itu pernyataan yang sudah saya duga akan keluar dari mulut Jaksa Agung, karena dia kepanjangan tangan Presiden Jokowi yang tidak mempunyai visi untuk menegakkan hukum dan HAM," kata Maria kepada wartawan, Jumat (17/1/2020).
Sumarsih merupakan ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan) mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi I. Sumarsih juga dikenal sebagai koordinator Aksi Kamisan, kelompok penuntut penuntasan kasus HAM masa lalu. Sumarsih juga mengungkit soal politisasi penembakan mahasiswa pada tragedi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumarsih menjelaskan penentuan status pelanggaran HAM berat bukan atas dugaan DPR. Dia lantas mengungkit soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-V/2007.
"Kalau acuannya keputusan hasil Pansus DPR-RI periode 1999-2004, dikaitkan dengan keputusan MK yang menyatakan bahwa terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran HAM berat ditentukan oleh Komnas HAM sebagai lembaga penyelidik dan Kejaksaan Agung sebagai penyidik, bukan atas dugaan DPR," ujarnya.
Sebelumnya, dalam rapat bersama Komisi III DPR, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, membacakan perkembangan penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Jaksa Agung menyebut DPR telah memutuskan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukanlah pelanggaran HAM berat.
"Peristiwa Semanggi I-II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Jaksa Agung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/1).
Burhanuddin hanya memaparkan perkembangan penanganan kasus dugaan pelanggaran HAM berat. Saat membacakan paparan soal peristiwa Semanggi I-II, Jaksa Agung tak memerinci paripurna DPR yang dimaksudnya.
Pernyataan Burhanuddin pun menuai respons dari Komnas HAM. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan sikap negara terhadap penuntasan kasus HAM masa lalu.
"Jika benar yang dikatakan oleh Kejaksaan Agung kasus Semanggi bukan pelanggaran HAM yang berat, ada baiknya Kejaksaan Agung memeriksa kembali informasi yang diperoleh, dan melakukan klarifikasi," kata Choirul Anam dalam keterangan persnya.
Komnas HAM telah menyampaikan berkas ke Kejagung dan sudah mendapat respons Kejagung di masa lalu, bahwa tragedi Semanggi adalah kasus pelanggaran HAM yang berat. Namun kini Burhanuddin berkata lain. Ini bertentangan dengan komitmen Jokowi.
"Kasus ini masuk dalam berkas laporan penyelidikan pro justitia Komnas HAM untuk Peristiwa Trisaksi, Semanggi I, dan Semanggi II. Sikap yang berulang selalu dinyatakan oleh Jaksa Agung ini sebenarnya sama sekali bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi yang akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang berat. Perbedaan ini, harus dijelaskan oleh Presiden agar tidak menimbulkan kegaduhan dan salah tafsir," kata Choirul. (rdp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini