Menurutnya, pemerintah bersama DPR sengaja membuat KPK tetap ada secara organisasi. Tapi fungsi KPK untuk memberantas korupsi itu tidak berjalan maksimal.
"Ada organisasinya, harusnya punya sesuatu tapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Di luar negeri, wah ada lembaga sesuai UNCAC, sesuai dengan reformasi Indonesia, dulu kan reformasi hukum, ekonomi, keuangan. Salah satunya reformasi hukum itu akhirnya tertuang di Pasal 43 UU 31/1999 itu masih kuat-kuatnya semangat memberantas korupsi. Sekarang dari pihak legislatif, eksekutif, yudikatif, swasta, BUMN kan banyak di KPK itu, mereka tidak nyaman, terganggu kepentingannya," ucap Jasin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jasin menilai, jika revisi UU KPK jadi disahkan dan fungsi KPK diperlemah, akan sulit kembali kuat seperti sekarang. Menurutnya, Jokowi jangan mau mengikuti kemauan DPR dalam merevisi UU KPK yang di dalamnya terdapat poin-poin yang malah memperlemah lembaga antirasuah itu.
"Posisi revisi bola nya ada eksekutif yang dibahas Kementerian Hukum dan HAM dan Kemenpan dan jajarannya kan. Harapannya jangan mau mengikuti sama persis yang diinginkan DPR. Oknum-oknum yang ada di DPR merasa terganggu kepentingannya," ucapnya.
"Program nasional pemberantasan korupsi kan yang mencanangkan eksekutif. Kalau KPK dibuat lemah, gimana bisa melaksanakan program nasional. Mungkin hanya seperti pernyataan kosong artinya hanya lip service saja. Jadi sekarang ini Bapak Presiden harus ditunjukkan record pemberantasan korupsi," ucapnya.
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini