KPK vs DPR Saling Lempar Soal Inisiator Revisi UU KPK

Round-Up

KPK vs DPR Saling Lempar Soal Inisiator Revisi UU KPK

Tim detikcom - detikNews
Sabtu, 07 Sep 2019 08:46 WIB
KPK vs DPR Saling Lempar Soal Inisiator Revisi UU KPK
Gedung baru KPK (Foto: Rachman Haryanto-detikcom)
Jakarta - Rencana DPR untuk merevisi UU KPK ditolak KPK. Kedua lembaga juga saling lempar tudingan soal siapa inisiator revisi UU 30 tahun 2002 tersebut.

Persoalan siapa inisiator revisi UU KPK ini mencuat usai Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan persetujuan DPR merevisi UU KPK berlandaskan aspirasi banyak pihak. Dia pun menyebut revisi UU KPK telah lama diminta, termasuk para pimpinan KPK.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ucapan Fahri itu kemudian ditepis oleh KPK. Namun, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menunjukkan dokumen rapat yang memperlihatkan ada usulan revisi UU KPK dari pimpinan KPK.

Arsul mengatakan meski usulan itu bukan dari zaman kepemimpinan Agus dkk, tetap saja KPK dianggapnya sebagai lembaga bukan orang per orang. Ucapan Arsul ini kembali mendapat tanggapan dari KPK.

Berikut selengkapnya:

Fahri Sebut Usul Revisi UU KPK Juga Diminta Pimpinan KPK

Fahri Hamzah (Foto: M Zhacky-detikcom)
Fahri Hamzah mengatakan usulan revisi UU KPK adalah persoalan lama. Banyak pihak, termasuk pimpinan KPK meminta revisi.

"Saya kira ini persoalan lama sekali dan permintaan revisi itu sudah datang dari banyak pihak, termasuk dan terutama dari pimpinan KPK. Orang-orang KPK sekarang sudah merasa ada masalah di UU KPK itu," kata Fahri saat dihubungi, Kamis (5/9/2019).

Dia menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju dengan rencana revisi UU KPK. Menurut Fahri, banyak pihak yang resah atas UU KPK yang berlaku saat ini.


"DPR saya kira tidak pernah berhenti karena saya sendiri pernah menghadiri rapat konsultasi dengan presiden. Presiden sebetulnya setuju dengan pikiran mengubah UU KPK itu sesuai permintaan banyak pihak, termasuk pimpinan KPK, akademisi, dan sebagainya," paparnya.

Fahri kemudian menjelaskan sejumlah poin revisi UU No 30 tahun 2002 itu. Dia menyinggung pembentukan Dewan Pengawas KPK yang menurutnya sudah selayaknya lembaga seperti KPK memiliki pengawas agar tidak sewenang-wenang dalam menjalankan tugas.

"Pertama, ada lembaga kuat seperti KPK nggak ada pengawas. Kan kita sudah tahu banyak sekali akhirnya akibatnya pelanggaran yang kita terpaksa tutup karena KPK dianggap holy cow. Dianggap nggak boleh salah, harus dianggap suci, kalau mulai dianggap kotor, nanti orang nggak takut. Dianggapnya begitu, walaupun itu perspektif salah, tapi intinya adalah di mana ada kewenangan besar ya, harus ada pengawas," jelas Fahri.


Dia juga membicarakan pemberian kewenangan menerbitkan SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan bagi KPK. Dia menilai selama ini banyak kasus di KPK yang sudah bertahun-tahun tetapi belum juga selesai.

Fahri menegaskan revisi UU KPK memiliki tujuan baik karena dinilainya banyak aspek dalam tubuh KPK yang harus dibenahi. Fahri sempat menyinggung soal adanya 'skandal KPK'.

"Dulu di pansus jelas ada penyidik yang memelihara saksi yang disuruh berbohong di ruang sidang lalu di-entertain, disewakan pesawat khusus, dikasih duit, dan sebagainya. Itu skandal besar dalam KPK. Saya kira waktunya untuk merevisi dan saya kira dari pembahasan yang sudah dilakukan bertahun-tahun, DPR tentu menawarkan ke pemerintah, dan apabila pemerintah setuju maka ini bisa segera menjadi revisi yang ditunggu-tunggu selama 15 tahun ini," ujar Fahri.

Ucapan Fahri Ditepis KPK

Ketua KPK Agus Rahardjo (Foto: Ari Saputra)
Ucapan Fahri soal Pimpinan KPK ikut menyarankan revisi UU KPK ditepis Ketua KPK Agus Rahardjo. Dia mengatakan tak ada satupun insan di KPK saat ini yang ingin UU KPK direvisi.

"Nggak ada insan KPK yang minta revisi," kata Agus Rahardjo kepada detikcom, Jumat (6/9).

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif meminta Fahri menunjukkan bukti ada unsur internal KPK yang meminta revisi UU KPK. Syarif menilai jika Fahri tak bisa menunjukkan bukti itu, maka Fahri disebutnya sedang melakukan pembohongan publik.

"Kalau usulan revisi UU KPK dari internal KPK, Pak Fahri Hamzah tunjukkan saja surat permintaan internal KPK tersebut," kata Syarif kepada wartawan.

"Kalau dia tidak bisa menunjukkan surat permintaan itu, berarti dia melakukan pembohongan publik dan memutarbalikkan fakta," imbuhnya.

Sementara Wakil Ketua KPK lainnya, Saut Situmorang, mengatakan dirinya pernah sepakat merevisi UU 30 Tahun 2002 tentang KPK ketika menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR semasa mengikuti seleksi calon pimpinan (capim). Namun, Saut yang kini sebagai Wakil Ketua KPK mengatakan revisi itu haruslah memperkuat KPK.

"Revisi itu kita minta relevan kalau memperkuat. Kalau memperlemah, tolak! Titik!" kata Saut.

Dia menilai merivisi UU merupakan suatu hal yang wajar dilakukan DPR. Namun, dia mengaku aneh jika DPR mau merevisi UU tanpa mempertimbangkan sisi filosofis.

"Itu hak mereka, tapi jadi aneh kalau kita tidak mendekati UU secara filosofis, sosiologis, dan menjurus disformal. Oleh sebab itu kami kirim surat ke Presiden hari ini," ujar Saut.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan pimpinan KPK secara tegas menolak disepakatinya rencana revisi UU KPK. Apalagi pimpinan KPK tidak pernah mengusulkan dan tidak pernah diajak membahas rencana revisi UU KPK.

"Pimpinan KPK secara tegas sudah menyampaikan kemarin. Jangankan mengusulkan, diajak membahas pun tidak pernah. Apalagi draf RUU yang beredar tersebut secara terang dapat melemahkan, bahkan berisiko melumpuhkan KPK," kata Febri.

Arsul Sani Tunjukkan Bukti Dukungan Revisi UU KPK di Era Ruki

Foto: Sekjen PPP Arsul Sani (Tsarina/detikcom)
Pernyataan Fahri Hamzah soal revisi UU KPK turut diusulkan oleh Pimpinan KPK didukung anggota Komisi III DPR Arsul Sani. Sekjen PPP ini menunjukkan salah satu arsip rapat bersama KPK.

Dokumen yang ditunjukkan Arsul Sani yakni arsip rapat pada 19 November 2015. Dalam arsip rapat yang ditunjukkan Arsul Sani itu, Jumat (6/9/2019), ada bagian soal '5 Poin Masukan dari KPK'. Poin keempat (IV) dalam arsip itu tertulis tentang penyempurnaan revisi UU KPK, berikut isinya:

IV. Terkait Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

1. Revisi tetap dalam rangka untuk memperkuat kelembagaan KPK, bukan untuk melakukan pelemahan terhadap lembaga KPK.
2. Penguatan kelembagaan tersebut, berfokus kepada pengaturan beberapa ketentuan dalam UU KPK, yaitu:
a. Kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan,
b. Pembentukan Dewan Pengawas KPK,
c. Kewenangan KPK dalam mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan,
d. Kewenangan KPK dalam mengangkat Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum.



KPK pada periode November 2015 itu masih diisi Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi. Dua nama lainnya yakni Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain. Terkait hal ini, Arsul menyatakan pihaknya melihat KPK sebagai lembaga, bukan orang per orang. Dia menyebut revisi UU KPK intinya pernah dibahas bersama KPK periode saat ini.

"Kami melihatnya KPK sebagai lembaga dan pimpinannya sebagai representasi lembaga, bukan siapa orangnya. Jadi yang harus dilihat adalah bahwa soal revisi ini pernah dibicarakan dengan pimpinan KPK di DPR periode ini, terlepas siapa-siapa pimpinan KPK-nya," jelas Arsul.

Meski demikian, Arsul menyatakan Komisi III bakal mengecek kembali arsip-arsip rapat bersama KPK, terutama yang terkait dengan revisi UU KPK. Seingat Arsul, ada pertanyaan mengenai revisi UU KPK dalam rapat Komisi III dengan Agus Rahardjo cs.

Ada 6 Anggota DPR Pengusul Revisi UU KPK

Masinton Pasaribu (Foto: Ari Saputra-detikcom)
Arsul juga menyebut ada 6 anggota Dewan yang mengusulkan revisi UU KPK. Menurut Arsul, 6 orang tersebut berasal dari lintas fraksi.

"Setahu saya ada sekitar enam orang, yang jelas lintas fraksi. Fraksi itu kan ada 10, kalau pengusulnya ada 6, berarti maksimal ada 6 fraksi, kan gitu," kata Arsul.

Berdasarkan informasi, enam anggota DPR yang mengusulkan revisi UU KPK adalah Masinton Pasaribu, Risa Mariska, Saiful Bahri, Taufiqulhadi, Ibnu Multazam, dan Achmad Baidowi. Masinton membenarkan dirinya merupakan salah satu pengusul revisi UU KPK.

"Iya (saya salah seorang pengusul)," ujar Masinton.

Taufiqulhadi yang merupakan politikus NasDem tak menjawab lugas saat dimintai konfirmasi dirinya sebagai pengusul revisi UU KPK. Sementara itu, beberapa nama yang lain, yakni Risa dan Baidowi, belum menjawab saat dimintai konfirmasi.

"Saya tidak membantah dan tidak membenarkan," ucap Taufiqulhadi.

KPK Nilai Bukti Ditunjukkan Arsul Mengada-ada

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah Foto: Ari Saputra/detikcom
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut bukti yang ditunjukkan Arsul tersebut mengada-ada jika digunakan untuk legitimasi merevisi UU KPK. Dia mengatakan masyarakat dapat menilai mana alasan yang dicari-cari dan mana yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Kalaupun dulu sebelum pimpinan sekarang ada pernyataan seperti itu, jelas hal tersebut mengada-ada jika digunakan melegitimasi RUU KPK inisiatif DPR yang baru disepakati tahun 2019 ini," kata Febri kepada wartawan, Jumat (6/9).

"Masyarakat dapat menilai mana alasan yang dicari-cari, mana yang bisa dipertanggungjawabkan," imbuh Febri.

Dia mengatakan pimpinan KPK saat ini tegas menolak revisi UU KPK. Febri menyebut KPK telah menemukan 9 poin bermasalah dalam draf revisi UU itu.

"Pimpinan KPK sudah tegas menyatakan menolak revisi UU KPK. Bahkan menemukan 9 sampai 10 poin bermasalah dalam rancangan tersebut," kata Febri.

Dia juga meminta Arsul tidak usah mencari pembenaran soal revisi UU KPK. "Saran kami, tidak perlu mencari-cari pembenaran seolah revisi tersebut atas permintaan KPK," kata Febri

Adapun 9 poin yang dinilai bisa memperlemah KPK sehingga revisi itu ditolak ialah:

1. Independensi KPK terancam
2. Penyadapan dipersulit dan dibatasi
3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
4. Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi
5. Penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
6. Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
7. Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
8. Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan
9. Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

Halaman 2 dari 6
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads