Hal berbeda disampaikan PKS. PKS memaklumi kekhawatiran JK soal amendemen UUD 1945. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengibaratkan amendemen UUD 1945 seperti membuka kotak pandora.
"Wajar Pak JK khawatir. Karena ide amendemen seperti membuka kotak pandora," kata Mardani kepada wartawan, Selasa (13/8/2019).
Ia mengatakan tata negara bisa 'jungkir balik' jika amendemen UUD 1945 tidak diawasi penuh. Mardani pun menyinggung soal porsi partai oposisi yang dinilai lemah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal ini, PAN juga ikut berkomentar. PAN menyatakan saat ini usulan mengenai amendemen UUD 1945 tengah dikaji mendalam.
"Kekhawatiran terhadap dampak politik di balik amendemen ini tentu sangat dapat dipahami. Oleh karena itulah, semua fraksi dan kelompok DPD melakukan kajian untuk memetakan aspek apa saja yang perlu diamendemen. Aspek-aspek itu nantinya akan masuk dalam rekomendasi yang saat ini sedang disempurnakan," kata Wasekjen PAN Saleh Daulay kepada wartawan, Selasa (13/8/2019).
Saleh yang juga merupakan anggota MPR itu mengatakan rekomendasi untuk amendemen UUD 1945 belum final. Ia menyebut mereka masih menyusun draf rekomendasi untuk kemudian disahkan dalam sidang paripurna akhir masa jabatan MPR pada September mendatang.
Namun, Ketum Partai NasDem Surya Paloh menilai wacana amendemen UUD 1945 perlu kajian. Paloh menyebut partainya di parlemen akan melihat urgensi dari wacana amendemen tersebut.
"Saya pikir dalam pengkajian, kalau tidak menutup kemungkinan NasDem lihat mana jauh lebih berarti, kita ikut segera lakukan amendemen UUD, kita kembali ke UUD 1945 seutuhnya atau terima model dan sistem demokrasi yang seperti ini dengan segala konsekuensi," kata Paloh setelah menghadiri kuliah umum di Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
Sedangkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon punya pendapat sendiri tentang wacana amendemen UUD 1945. Dia meminta agar naskah historis UUD 1945 dikembalikan ke aslinya.
"Kami termasuk yang berkepentingan naskah historis di kembali kan dulu ke aslinya, lalu ada adendum-adendum itu disertakan di dalam proses amendemen itu," kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Jika UUD 1945 dikembalikan ke naskah asli, maka bagian penjelasan harus dikembalikan juga. Menurutnya, penjelasan adalah bagian penting dalam UUD 1945.
"Penjelasan UUD 45 kan dibuang dulu. Dikembalikan dong, itu nggak bisa dipisahkan sebagai naskah historis dari UUD 45 gitu. Tapi waktu perubahan di awal reformasi itu karena euforia penjelasannya dibuang. Padahal penjelasannya sangat penting," tuturnya.
Namun, Fadli mengatakan perlu ada kesepakatan nasional terlebih dulu sebelum amendemen UUD 1945 dilakukan. Kesepakatan yang dimaksud adalah terkait apa saja yang akan diubah dalam UUD 1945.
Lantas, PDIP sebagai salah satu partai yang mengusulkan amendemen UUD 1945, menegaskan usulan sebatas mengembalikan pembangunan model Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Adanya haluan negara ini akan tetap disesuaikan dengan ciri khas sistem presidensial pada umumnya, yaitu presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, serta presiden dan wakil presiden memiliki masa jabatan yang tetap dan tidak dapat dijatuhkan hanya karena alasan politik," kata Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah kepada wartawan, Selasa (13/8/2019).
Untuk diketahui, UUD 1945 telah mengalami empat kali amendemen. Amendemen pertama disahkan pada 19 Oktober 1999, amendemen kedua disahkan pada 18 Agustus 2000, amendemen ketiga disahkan pada 10 November 2001. Dan, amendemen keempat disahkan pada 10 Agustus 2002. Soal wewenang MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden itu hilang dalam amendemen ketiga. Sejak amendemen ketiga, istilah soal GBHN juga tak dikenal lagi.
(rdp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini