Polisi Tutup 'Pintu' Demo Saat Putusan MK

Round-Up

Polisi Tutup 'Pintu' Demo Saat Putusan MK

Tim detikcom - detikNews
Senin, 24 Jun 2019 07:47 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Sembilan hakim konstitusi masih memiliki waktu hingga 28 Juni 2019 untuk menentukan hasil sidang perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menjelang tanggal itu muncul kabar adanya pengerahan massa untuk melakukan aksi mengawal putusan tersebut.

Informasi soal aksi itu disampaikan oleh juru bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin. Menurut Novel, rencananya aksi juga akan diikuti pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) serta organisasi lainnya.

"Agendanya juga sama untuk menegakkan keadilan, kecurangan bisa diskualifikasi, yang melakukan kecurangan pada saat pemilu bisa didiskualifikasi, dengan pengawalan masyarakat, jangan takut terhadap kepentingan-kepentingan penguasa. Maka kita hadir sebagai masyarakat mengawal konstitusi yang ada. Ini aksi super damai sebagaimana kita telah lakukan sebelum-sebelumnya," kata Novel pada Kamis, 20 Juni 2019.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Berkaitan dengan rencana aksi itu Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono mengaku belum mendapatkan pemberitahuan. Namun, Gatot menyebutkan tetap akan ada pengamanan dari petugas gabungan dari polisi dan TNI di Mahkamah Konstitusi (MK) atau institusi terkait lainnya.

"Sampai hari ini kita belum menerima pemberitahuan terkait itu," kata Gatot, Minggu (23/6/2019).

"Apakah ada nanti massa yang unjuk rasa atau tidak unjuk rasa, kita akan tetap menempatkan pasukan pada titik yang sudah kita persiapkan," imbuhnya.

Namun belakangan Polda Metro Jaya menyampaikan bila aksi apapun tidak diperbolehkan digelar di jalan protokol. Kenapa?



Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan aksi yang dilakukan di jalan protokol dilarang oleh undang-undang. Aturan itu disebutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum

"Bahwa aksi di jalan protokol depan MK oleh pihak mana pun dilarang karena melanggar UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Pasal 6, yang bisa mengganggu ketertiban umum dan hak orang lain," kata Argo.




Selain itu Argo berkaca dari pengalaman aksi di depan Gedung Bawaslu 21-22 Mei 2019, yang awalnya kegiatan tersebut disebutkan sebagai aksi damai, namun berubah menjadi kerusuhan. Dia pun mengimbau PA 212 agar menggelar acara halalbihalal di lokasi lain, tidak di gedung MK.

"Belajar dari insiden Bawaslu, meski disebutkan aksi superdamai tetap saja ada perusuhnya. Diskresi kepolisian disalahgunakan," Argo.

"Silakan halalbihalal dilaksanakan di tempat yang lebih pantas, seperti di gedung atau di rumah masing-masing," imbuhnya.



Saksi Prabowo di MK Disebut Tidak Strategis, Benarkah?:

[Gambas:Video 20detik]

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads