Perjalanan Pulau Reklamasi hingga Kantongi IMB

Round-Up

Perjalanan Pulau Reklamasi hingga Kantongi IMB

Tim detikcom - detikNews
Jumat, 14 Jun 2019 19:30 WIB
Foto: Dok. Pemprov DKI
Jakarta - Proyek reklamasi pulau Jakarta kembali jadi polemik. Padahal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menyetop proyek pulau reklamasi. Namun tiba-tiba izin mendirikan bangunan (IMB) untuk pulau reklamasi terbit.

Anies menilai terbitnya IMB untuk pulau reklamasi berbeda dengan izin melanjutkan pulau reklamasi. Lalu, bagaimana sebetulnya perjalanan pulau reklamasi hingga mengantongi IMB?

Pulau Reklamasi Beraroma Korupsi

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isu soal reklamasi Jakarta mulai heboh setelah anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, M Sanusi, diciduk KPK pada 31 Maret 2016. Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp2 miliar dari Mantan Presdir PT Podomoro Land, Ariesman Widjaja.


Uang tersebut dimaksudkan untuk meloloskan pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 serta Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Semenjak kasus ini muncul, proyek pulau reklamasi di teluk Jakarta dianggap bermasalah.

Pulau Reklamasi Disegel Kementerian LHK

Dua bulan seusai penangkapan M Sanusi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel dua pulau reklamasi, yakni Pulau C dan Pulau D di Teluk Jakarta. Penyegelan dilakukan dengan pemasangan plang oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK.

Dirjen Gakkum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani mengatakan kegiatan di Pulau C dan Pulau D dihentikan untuk sementara. Penghentian sementara kegiatan ini dilakukan berdasarkan SK Nomor 354/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016.


Penghentian sementara diberlakukan karena Pulau C dan Pulau D belum ada izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). "(Disegel) Karena belum ada Amdal-nya. Sanksi administratif selama 125 hari. Jadi jangan melakukan kegiatan apa pun yang berjalan pada waktunya," kata Rasio kepada wartawan di Pulau C, Jakarta, Rabu (11/5/2016).

Kementerian Lingkungan Hidup juga memberikan sanksi administratif untuk pengembang, yakni PT Kapuk Naga Indah atas dugaan melakukan pelanggaran izin lingkungan hidup. Diketahui, PT Kapuk Naga Indah mengembangkan Pulau C seluas 276 hektare. Adapun Pulau D seluas 312 hektare dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah.

Dihentikan Rizal Ramli, Dilanjutkan Luhut

Sebulan kemudian, Menko Perekonomian Rizal Ramli menghentikan proyek pulau reklamasi teluk Jakarta. Pemerintah memutuskan reklamasi Pulau G dihentikan selamanya, sedangkan untuk pulau reklamasi yang lain dilakukan penundaan sementara (moratorium) karena terdapat pelanggaran berat. Adapun pembongkaran reklamasi diserahkan ke pengembang.

"Jadi untuk yang total hentikan, itu risiko pengembang karena melakukan langkah yang membahayakan berbagai kepentingan itu tadi," kata Rizal Ramli dalam jumpa pers seusai rapat reklamasi bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti serta Deputi DKI Oswar dan para dirjen dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dirjen Kelautan dan Perikanan, serta perwakilan Kemenhub di kantornya di Gedung BPPT I lantai 3, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (30/6/2016).


Menurut Rizal, nantinya negara bisa saja mengambil alih lahan tersebut untuk reboisasi dan konservasi agar tetap mempertahankan lahan. Selain Pulau G, pemerintah menetapkan Pulau C, D, dan N diteruskan, tapi dibongkar. Selanjutnya, pemerintah melakukan evaluasi terhadap 13 pulau reklamasi lain.

Namun, pada 5 Oktober 2017, moratorium tersebut dicabut Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan melalui Surat Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017. Pencabutan ini berlaku untuk 17 pulau reklamasi di Teluk Jakarta. Namun Luhut tak menjelaskan alasan mengapa morotarium itu dicabut.


Anies Segel Pulau D dan Cabut Izin Reklamasi

Anies sudah menyegel Pulau D reklamasi pada Kamis (7/6/2018). Sebanyak 932 bangunan disegel karena tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

"Republik ini harus berwibawa di mata semua. Jangan sampai republik ini kendur, longgar, dan justru takluk melihat pembangunan seperti ini dilakukan tanpa izin yang benar. Itu mengganggu kewibawaan negara," tutur Anies saat itu.


Setelah menyegel bangunan di pulau reklamasi, Anies kemudian mencabut izin 13 pulau reklamasi. Hal ini sesuai dengan janji kampanye Anies sebelum terpilih menjadi Gubernur DKI.

"Tiga belas pulau yang sudah dapat izin melakukan reklamasi, setelah kita lakukan verifikasi, maka gubernur secara resmi mencabut seluruh izin pulau reklamasi tersebut, sehingga kegiatan reklamasi di Jakarta bahwa kegiatan reklamasi telah dihentikan," kata Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (26/9/2018).

Selain itu, Anies mengatakan pencabutan izin tersebut sudah melewati verifikasi secara detail di Badan Koordinasi Pengelolaan Pantai Utara Jakarta. Hasilnya, izin pulau reklamasi yang belum dibangun dicabut. Anies menjelaskan prosedur ini sudah sesuai dengan amanat Keppres 52 Tahun 1995.

IMB Pulau Reklamasi Pantai Maju Terbit

Pada 2019, IMB pulau reklamasi Pantai Maju terbit. Anies mengatakan izin mendirikan bangunan (IMB) yang terbit berbeda dengan kebijakannya soal penghentian Pulau Reklamasi. Anies menegaskan bahwa dirinya tetap konsisten untuk menyetop pulau reklamasi.

"Dikeluarkan atau tidak IMB, kegiatan reklamasi telah dihentikan. Jadi, IMB dan reklamasi adalah dua hal yang berbeda," kata Anies melalui keterangan tertulis, Kamis (13/6/2019).

Anies menuturkan sejak awal Pemprov DKI Jakarta telah berusaha meluruskan penyimpangan yang ada di Pulau Reklamasi. Dia menuturkan swasta hanya berhak atas 35 persen lahan hasil reklamasi.

"Sejak kita bertugas di Pemprov DKI Jakarta kita luruskan semua itu sesuai dengan aturan hukumnya. Seluruh daratan itu adalah milik Pemprov DKI dan swasta hanya berhak menggunakan 35 persen lahan hasil reklamasi, sesuai dengan ketentuan yang ada," sebut Anies.


Anies mengaku harus mematuhi produk hukum sebelumnya, yaitu Peraturan Gubernur No 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK). Dia menuturkan pergub tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

"Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2005 Pasal 18 ayat 3. Kawasan yang belum memiliki RTRW dan RDTR. Pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara," tuturnya.



Simak Juga "Pulau Reklamasi yang Kadung Jadi Tak akan Dibongkar":

[Gambas:Video 20detik]

(rdp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads