Ini Alasan KPK Tuntut Hak Politik Nur Alam Dicabut

Ini Alasan KPK Tuntut Hak Politik Nur Alam Dicabut

Nur Indah Fatmawati - detikNews
Kamis, 08 Mar 2018 20:40 WIB
Nur Alam ketika menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - KPK mengungkap alasan pengajuan tuntutan pencabutan hak politik terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) nonaktif Nur Alam. Menurut KPK, pencabutan hak politik itu tidak kalah penting dibandingkan tuntutan hukuman pidana.

"Hal yang paling penting yang kami harap dipertimbangkan oleh hakim adalah selain lamanya masa hukuman di tuntutan tersebut (dan) uang pengganti, yaitu hukuman tambahan pencabutan hak politik," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (8/3/2018).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apabila tuntutan pencabutan hak politik tersebut tidak dikabulkan hakim, menurut Febri, akan membuat seseorang yang dinyatakan bersalah oleh hakim masih dapat mencalonkan diri lagi dalam kontestasi politik.

"Jangan sampai nanti ketika ada seseorang yang sudah terbukti melakukan tindak pidana korupsi, tapi karena hak politiknya tidak dicabut maka dia masih bisa masuk ke dunia politik lagi dan menjadi kepala daerah lagi," ucap Febri.



Febri berkata, tidak terbayang jika terpidana kasus korupsi yang sudah divonis bersalah, masih bisa terpilih sebagai kepala daerah dan memimpin kembali.

"Apalagi kalau terjadi korupsi kembali, kerugian dari masyarakat yang berisiko terjadi, perlu sekali dipertimbangkan. Ini aspek rasa keadilan publik saya kira," tutur Febri.

Tuntutan 18 tahun penjara ini juga termasuk yang tertinggi untuk kepala daerah yang diproses KPK. Tingginya tuntutan ini bergantung pada dampak dugaan perbuatan korupsi. Febri menyebut, dampak terhadap lingkungan atau sektor lain yang lebih luas memiliki kerugian lebih besar daripada kerugian keuangan daerah.

"Karena di kasus ini kami melihat ada keterkaitan antara perbuatan dugaan korupsi dan juga efek-efek terhadap izin yang dikeluarkan tersebut, terutama untuk lingkungan. Karena itu kerugian negaranya cukup besar," ujarnya.



Terkait tuntutan, Febri menyebut perlu dipertimbangkan sebanding atau tidaknya efek jera dengan perbuatan dan sikap kooperatif di persidangan. Ke depan KPK akan melihat lebih serius terkait berat/ringannya tuntutan.

"Baik terhadap kepala daerah yang sudah kita proses, ataupun terhadap terdakwa yang lain. Karena itu kita imbau kepada terdakwa yang sudah diajukan di persidangan, akan lebih baik bersikap kooperatif saja dengan proses hukum," kata Febri.

KPK menuntut Nur Alam 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Selain itu, jaksa juga meminta majelis hakim mengabulkan permohonan agar hak politik Nur Alam dicabut selama 5 tahun.

"Mencabut hak politik terdakwa (Nur Alam) selama 5 tahun sejak selesai menjalani hukuman," kata jaksa KPK saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. (nif/dhn)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads