TNI Masih Buru Inisiator Pengadaan Heli AW 101 yang Menyimpang

TNI Masih Buru Inisiator Pengadaan Heli AW 101 yang Menyimpang

Muhammad Fida Ul Haq - detikNews
Jumat, 04 Agu 2017 19:22 WIB
Foto: Danpuspom TNI Mayjen Dodik (kiri) dan Kapuspen Mayjen Wuryanto. (M Fida/detikcom).
Badung - Puspom TNI sudah menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus pengadaan Heli AW 101 yang menyimpang. TNI pun masih memburu siapa inisiator di balik pemesanan heli yang pengadaannya sebenarnya sudah ditolak Presiden Joko Widodo.

Lima orang personel TNI yang sudah menjadi tersangka dalam kasus ini adalah Marsda SB sebagai asisten perencanaan dan anggaran (Asrena) KSAU; Marsma TNI FA, yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa; Kolonel Kal FTS selaku Kepala Unit Pelayanan dan Pengadaan, yang perannya sebagai WLP; Letkol WW, sebagai pejabat pemegang kas; Serta Pelda S, yang diduga menyalurkan dana-dana terkait dengan pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.

Komandan Puspom TNI Mayjen Dodik Wijanarko menyebut Marsda SB mengaku terus melanjutkan pemesanan Heli AW 101 karena anggarannya sudah ada. Perintah presiden sebagai panglima tertinggi TNI pun diabaikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenapa saya tersangkakan karena mantan asrena ini, mereka katakan terus melakukannya (pengadaan Heli AW 101) karena anggarannya sudah ada," ujar Dodik di sela-sela menghadiri Rapimnas Partai Hanura di Hotel Stones, Legian, Badung, Bali, Jumat (4/8/2017).


Dodik memastikan, Marsma SB yang baru ditetapkan sebagai tersangka ini bukan merupakan inisiator pengadaan heli tersebut. Puspom TNI akan terus mengejar siapa dalang di balik kasus penyimpangan tersebut.

"Ini belum inisiatornya, ini masih bagian dari inisiatornya, kami akan terus melakukan proses ini dan perkembangan akan terus disampaikan. Mungkin teman-teman bilang ini lambat, tapi saya lebih senang lambat tapi pasti," kata Dodik.

Namun Puspom TNI bukannya tanpa amunisi dalam mengejar inisiator itu. Menurut Dodik, Puspom TNI sebenarnya sudah mengendus soal inisiator proyek pengadaan Heli AW ini.

"Tentunya ya kalau bayang-bayangnya sudah kelihatan lah. Adek-adek semua juga sudah kelihatan bayang-bayang inisiatornya siapa. Tetapi hukum tidak bisa demikian, hukum perlu keterangan saksi dan keterangan yang lain, sehingga ketika kita menetapkan tersangka lainnya sah," papar dia.

Dodik menegaskan, TNI akan mengusut tuntas kasus korupsi tersebut. Puspom TNI pun menurutnya juga sudah bekerja sama dengan sejumlah pihak dan institusi untuk menuntaskan perkara ini.


"Dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan dan sekarang sudah dalam proses perkara penyidikan perkara, polisi militer TNI sudah melakukan kerjasama dan koordinasi berbagai unsur baik lingkungan lembaga negara/pemerintahan dan akademisi," kata Dodik.

"Kami koordinasi dengan Kemenkeu dan turunannya, Kemenhan dan turunannya, beberapa perguruan tinggi untuk bantuan pemeriksaan ahli dan saksi ahli berkaitan teknis supaya kita betul transparan," sambungnya.

Selain itu, POM TNI juga bekerja sama dengan BPK mengenai penghitungan kerugian negara akibat kasus korupsi Heli AW 101. PPATK pun dilibatkan dalam mengusut kasus tersebut.

"Penghitungan kerugian negara sedang berjalan. Dalam waktu dekat akan diselesaikan BPK. Kedua PPATK dalam hal penelusuran aliran dana kemana dan bagaimana. Keempat dengan KPK dalam proses penyidikan karena ada tersangka umum karena ada yang sudah ditersangkakan di KPK," urai Dodik.


"Keempat dengan Mabes TNI dan lembaga lain berkaitan pengecekan, mekanisme dan proses pembelian Heli AW tersebut," tambah dia.

Dodik mengatakan apa yang disampaikannya ini bersifat sementara karena penyidik POM TNI masih terus melakukan upaya agar perkara itu dapat diselesaikan dengan tuntas, transparan dan profesional. Dengan begitu, keadilan dapat segera ditegakkan.

"Karena di dalam tindak pidana korupsi, inisiator itu pasti ada dan kita kejar terus di mana inisiator pembelian ini sampai bisa terjadi," tegas Dodik.

Pada kasus yang sama, KPK juga sudah menetapkan satu orang tersangka dari sipil. Tersangka itu dari pihak swasta yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh. Irfan diduga melakukan mark up terhadap harga AW 101 sehingga mengakibatkan kerugian negara sejumlah Rp 224 miliar. (elz/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads