"KontraS yang menurunkan tim investigasi, melihat kasus kematian Siyono memang banyak sekali pelanggaran HAM terjadi," ucap aktivis KontraS Putri Kanesia dalam jumpa pers 'Mencari Keadilan untuk Suratmi' bersama Komnas HAM, LBH dan pemerhati HAM lainnya di kantor PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakpus, Jumat (1/4/2016).
Pelanggaran pertama yang terjadi yakni tidak ada surat penangkapan atau penggeledahan yang diberikan kepada keluarga. Padahal itu prosedur wajib.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(Baca juga: Soal Kematian Siyono, Kapolri: Saya Minta Propam Periksa dan Koordinasi dengan Kontras)
Dugaan pelanggaran kedua, saat Siyono ditangkap, keluarga tidak diberi tahu akan dibawa ke mana Siyono oleh Densus 88 dan masalah yang dihadapi Siyono. Tiba-tiba empat hari kemudian atau Sabtu (12/3), Siyono dikembalikan ke rumah dalam keadaan meninggal.
"Keluarga hanya diberi tahu almarhum sudah meninggal. Jadi tidak ada informasi yang jelas terkait penangkapan dan kematian Siyono saat itu," lanjutnya.
Setelah kasus ini mencuat di media, barulah polisi menjelaskan Siyono tewas karena diduga berkelahi dengan Densus 88 di dalam mobil dalam pengembangan kasus. Versi polisi, Siyono melakukan perlawanan saat dibawa Densus.
(Baca juga: Ini Penjelasan Polri Soal Siyono yang Tewas Usai Ditangkap Densus 88)
Temuan KontraS ketiga, yaitu soal kondisi jenazah Siyono yang penuh luka saat diterima oleh keluarga saat meninggal. Istri Siyono, Suratmi menceritakan kepada KontraS soal kondisi fisik jenazah suaminya itu.
"Keluarga melihat luka di pipi, mata kanan lebam, tulang hidung patah, paha sampai betis membengkak dan memar, ada kukur jari yang patah, dan keluar darah dari belakang kepala. Ini hasil keluarga melihat jenazah Siyono pasca diinfokan Siyono meninggal," paparnya.
Temuan lainnya, tidak ada rekam medis atau hasil visum baik dari rumah sakit atau kepolisian atas kondisi jenazah Siyono. Padahal, Siyono sama sekali tidak pernah dikenakan status hukum bersalah sebagai pelaku terorisme.
"Ini perlu ditindaklanjuti apa yang jadi penyebab almarhum Siyono, karena baru terduga teroris. Dalam hal ini, tiap warga negara Indonesia berlaku asas praduga tak bersalah. Belum ada proses hukum dan pengadilan belum putuskan, tapi diperlakukan sangat buruk," kritik Putri.
"Kalau ada statement bahwa almarhum berusaha melarikan diri, lihat lagi Perkap soal prosedur penanganan terhadap terduga teroris. Apakah bisa infonya yang lakukan pendampingan Siyono hanya satu orang aparat?" imbuhnya.
(Baca juga: Polri Akui Ada Kesalahan Prosedur Soal Siyono: Minimal 2 Orang yang Kawal) (miq/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini