Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menegaskan pihaknya sudah meminta Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri melakukan pemeriksaan memastikan ada tidaknya pelanggaran HAM saat melakukan penangkapan Siyono.
"Saya sudah minta Propam periksa, mungkin bisa koordinasi dengan Kontras, dimana yang melanggar HAM itu. TapiΒ Anggota itu babak belur apa dibiarkan lari," kata Badrodin di Auditorium STIK-PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (28/3/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu Badrodin juga menanggapi pernyataan Kontras yang menyebut keluarga Siyono diminta bungkam terkait kasus ini.
"Bisa jadi, tapi apakah itu pelanggaran hukum soal bungkam. Kecuali dibungkam mulut dijahit itu melanggar hukum," ujarnya.
Dilansir dari situs resmi www.kontras.org, Kontras merilis hasil temuannya soal kematian Siyono, sebagai berikut:
1. Tidak adanya berkas sebagai syarat administratif dari upaya paksa yang dilakukan Densus 88 terhadap Siyono jelas merupakan pelanggaran prosedur hukum acara, baik yang diatur dalam Pasal 18 KUHAP maupun Pasal 9 Perkap No. 23 Tahun 2011 Tentang Prosedur Penindakan Tersangka Tindak Pidana Terorisme.
Dengan begitu segala alat bukti yang didapat dari upaya paksa tersebut tidak diperoleh secara sah dan sulit dipertanggungjawabkan secara hukum. Sementara itu di sidang pengadilan hanya alat bukti yang sah saja yang diakui dalam proses pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Kesalahan prosedural yang terang-terangan ini tentu tidak patut dilakukan Densus 88 yang merupakan kesatuan khusus yang memiliki prasyarat prosedur penyidikan dan penindakan yang lebih ketat dibandingkan operasi penyidikan biasa.
2. Kondisi jenazah yang penuh luka di sekujur tubuhnya jelas tidak menunjukkan kecocokan dengan keterangan resmi Mabes Polri yang menyatakan bahwa Siyono meninggal karena berkelahi saat melakukan perlawanan terhadap seorang anggota polisi yang mengawalnya.
Luka di sekujur tubuh Siyono menunjukkan indikasi dilakukannya penyiksaan terhadapnya dan sulit untuk mempercayai bahwa luka tersebut disebabkan oleh reaksi spontan seorang anggota polisi yang membela diri dari perlawanan Siyono.
Oleh karenanya pernyataan Mabes Polri adalah salah dan harus dikoreksi. Pernyataan Polri harus mengikuti uji akuntabiltas atas dugaan-dugaan kekerasan terhadap Siyono, bukan sekedar membela kesatuan Densus belaka.
3. Upaya Polri meminta keluarga korban untuk tidak menuntut pertanggungjawaban terhadap kematian Siyono merupakan bentuk intimidasi dan pelanggaran HAM bagi keluarga korban untuk memperoleh keadilan.
Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa: "Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasiβ¦". Pasal 17 ini jelas menjamin siapapun dengan dugaan kejahatan apapun berhak atas sebuh proses hukum yang jujur dan baik. (idh/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini