Adalah Eko Yuliansyah, warga Kecamatan Pucuk yang mampu menyulap limbah serat kelapa menjadi dua produk unggulan yang diminati China. Sembilan bulan Eko berusaha mengelola serabut kelapa secara benar sesuai kebutuhan dan permintaan customer untuk dijadikan cocofeat atau serbuk buah kelapa dan cocofiber.
"Limbah serat kelapa saat ini lagi tren untuk dimanufacturing dan 9 bulan terakhir ini saya berusaha keras mengolah serabut kelapa secara benar sesuai kebutuhan permintaan customer," kata Eko Yuliansyah saat berbincang dengan wartawan, Minggu (26/11/2021).
Eko menuturkan, setelah 9 bulan itu ia akhirnya sukses mengolah limbah serat kelapa menjadi cocofeat (serbuk buah kelapa) yang biasanya digunakan sebagai media tanaman. Selain itu, Eko juga menjadikan limbah serat kelapa itu menjadi cocofiber (serat buah kelapa) yang digunakan untuk membuat matras, jok mobil, cocomess, dan wiremess.
![]() |
"Permintaan datang dari Jepang, Korea, China, Dubai, Uni Emirat Arab, Israel dan beberapa negera Eropa. Tapi permintaan paling besar itu dari China," kata pria lulusan Fakultas Teknik Mesin ITS Surabaya 2004 ini.
Eko mengungkapkan Cocomess itu seperti wiremess tapi dianyam menjadi tali tambang yang berfungsi sebagai pengikat beton agar tidak patah seperti yang sering dijumpai di desa-desa. Sedangkan cocofeat, menurut Eko, memiliki keunggulan bisa menyimpan air meski dalan kondisi panas.
"Hasil olahan limbah yang diproses ini untuk cocofiber yang dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan matras, jok mobil, cocomess dan wiremess. Kalau Cocofeat disiram dan dioplos dengan pupuk," terang Eko.
Eko mengungkapkan untuk cocofeat ia mengirimkannya tidak dalam bentuk curah melainkan sudah dipress berbentuk blok. Karena, aku Eko, jika cocofeat curah harganya sangat murah. Jika dijual dalam bentuk curah, lanjut Eko, hanya seharga sekitar Rp 10 ribu per zak dengan berat 29 kg sementara kalau di ekspor ke China dan negara lainnya harga bisa berkali-kali lipat tapi harus di-press berbentuk blok.
Eko menambahkan kalau produk cocofeat banyak diminta Dubai Uni Emirat Arab maupun Israel sebagai bahan baku media tanam pertanian dan penghijauan guna mengurangi terik cuaca panas di negara mereka.
"Di sana Cocofeat disiram dan dioplos dengan pupuk kemudian ditutup dengan cocomess dan wiremess sehingga bisa ditanami," imbuhnya.
Untuk mendapatkan limbah sabut kelapa, Eko menyebut ia bekerja sama dengan pengusaha kelapa dengan menyediakan tempat membuang serat atau serabut kelapa. Meski demikian, Eko mengaku, masih membutuhkan lebih banyak lagi limbah serat kelapa seiring dengan permintaan dari luar negeri yang bertambah.
"Jadi pengusaha kelapa tidak akan kebingungan untuk membuang sabut kelapanya karena kita yang menampung dan kita sediakan tenaga kerjanya," ucapnya.
Cococrasher (mesin penggiling) serat kelapa yang dimiliki Eko saat ini mampu memproses serabut kelapa menjadi cocofeat dan cocofiber perhari hingga 10 ton. Sementara, limbah serat kelapa yang ia terima hanya 3-5 ton perhari sehingga ia masih terus membutuhkan limbah serat kelapa ini.
"Seandainya nanti ada mobil cococrasher dengan sistem jemput bola. Maka kita juga bisa menciptakan lapangan kerja bagi wong cilik," papar Eko seraya menyebut jika usaha yang dijalaninya tersebut, sangat membutuhkan support dan dukungan dari pihak ketiga agar bisa mencukupi kebutuhan ekspor secara terus-menerus tanpa harus mengandalkan sinar matahari.