Sutiaji mengaku, sudah menemui lembaga pendidikan tempat S mengabdi selama 13 tahun. Kedatangannya, untuk mengetahui langsung persoalan yang terjadi.
"Saya sudah datang ke lembaga pendidikan tempat mengajar sebelumnya. Nanti, kita siap menjembatani ketika ingin mengajar lagi," ucap Sutiaji.
Meski begitu, Sutiaji menambahkan, penyelesaian akan dilakukan secara bertahap. Pertama, menginventarisir jumlah pinjaman online untuk bisa dilunasi. Setelah proses itu selesai, lanjut Sutiaji, mulai memikirkan lembaga pendidikan untuk mengajar.
"Apa persoalannya, kita selesaikan satu per satu. Pertama soal pinjaman online, kemudian mencarikan tempat mengajar baru, agar tetap bisa berkontribusi di bidang pendidikan," tutur Sutiaji.
Terakhir, Sutaji mengimbau kepada masyarakat Kota Malang tidak gampang tergoda untuk melakukan transaksi di pinjol. Tujuannya agar tidak terulang kembali kasus para nasabah yang terjerat pinjol ilegal seperti kasus guru TK itu.
"Kasus ini bisa jadi bukan satu-satunya kasus. Banyak kasus, cuma yang teman-teman media tahu ini, sehingga bisa terblow up," pungkas Sutiaji.
Sementara guru TK yang juga ibu dua anak itu mengaku ingin tetap bisa mengabdi di dunia pendidikan. Bila nanti diberi kesempatan mengajar, S ingin di lembaga pendidikan baru.
"Untuk tempat kerja saya yang lama, saya tidak ada masalah apapun dengan lembaga saya. Mungkin kalau ada kata-kata saya kemarin yang salah, saya minta maaf," tambahnya.
Sebelumnya, warga Malang, berinisial S, diteror 24 debt collector hingga nyaris bunuh diri. Tak hanya nyaris bunuh diri, ibu dua anak ini juga dipecat dari tempatnya mengajar, kehilangan pekerjaan sebagai guru TK dan kehilangan teman.
Setelah 13 tahun mengabdi sebagai guru TK di Malang, S harus menjadi sarjana. Syarat itu diwajibkan oleh pihak sekolah taman kanak-kanak tempat Melati mengajar. Dengan menyandang gelar S1, S bisa menjadi guru kelas, bukan lagi sebagai guru pendamping. Atas permintaan sekolah, S akhirnya mengambil jenjang S1 di Universitas Terbuka (UT).
(fat/fat)