Dia juga berharap Pemkab Jombang lebih profesional dalam mengelola data COVID-19. Menurut dia, Satgas harus mengelola data sesuai fakta di lapangan dan sigap melaporkan ke pemerintahan di atasnya.
"Jangan sampai data ditutup-tutupi. Saya berharap transparansi data segera dibenahi. Juga PPKM mikro tidak membebani masyarakat. Seperti pembatasan jam berjualan PKL, pemadaman PJU. Semua pihak harus diundang untuk merumuskan kebijakan," terang pria yang akrab disapa Gus Sentot ini.
Ketua IDI Kabupaten Jombang dr Achmad Iskandar Dzulqornain berpendapat, aspek pencegahan COVID-19 juga harus mendapat kucuran anggaran agar berjalan lebih maksimal. Sehingga dengan anggaran sebesar itu mampu membuat Kota Santri keluar dari zona merah. Aspek pencegahan meliputi sosialisasi protokol kesehatan dan penegakan disiplin masyarakat melalui operasi yustisi.
Begitu juga aspek penanganan COVID-19 yang meliputi testing, tracing dan treatment (3T). Menurut dia, Pemkab Jombang harus mampu menyediakan fasilitas tes swab maupun rapid test yang bisa diakses secara gratis oleh semua masyarakat. Selain itu, screening massal juga perlu rutin digelar untuk mendeteksi penyebaran virus Corona.
"Tracing juga perlu dianggarkan karena mencari kontak erat. Terakhir, treatment. Pemerintah bisa menyiapkan tempat isolasi massal. Untuk treatment di rumah sakit, apa saja yang tak bisa diklaimkan ke pemerintah pusat, misalnya untuk pasien gejala ringan supaya tidak memburuk, boleh saja dirawat di rumah sakit dibiayai Pemda," tandasnya.
Sampai hari ini Jombang masih bertahan di zona merah, atau menjadi wilayah dengan risiko tinggi penyebaran COVID-19. Jumlah warga yang terinfeksi virus Corona mencapai 4.310 jiwa. Terdiri dari 192 pasien dalam perawatan, 3.672 pasien sembuh, serta 446 pasien meninggal dunia.
Fatality rate atau tingkat kematian pasien COVID-19 di Kabupaten Jombang mencapai 10,35 persen. Artinya, 10 dari setiap 100 orang yang terinfeksi virus Corona meninggal dunia. Sedangkan tingkat kesembuhan atau recovery rate di angka 85,2 persen.
(iwd/iwd)