Seperti yang dikatakan MI (43), warga yang tinggal di depan ponpes di Kecamatan Ngoro, Jombang itu. Selama ini dia menilai Kiai S selaku pimpinan pesantren, tertutup dengan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
"Warga sudah dengar semua kasusnya. Saya tidak kaget, biasa saja, memang sudah kelakuannya," kata MI kepada wartawan di rumahnya, Selasa (16/2/2021).
Hal senada dikatakan Kepala Desa setempat, Suhartana. Selain tertutup, pimpinan ponpes itu juga tidak pernah berkoordinasi dengan pemerintah desa setempat. Selama ini, masyarakat juga tidak pernah diundang ke pengajian di pondok tersebut.
"Pondok itu tertutup. Muridnya banyak yang dari luar Jombang. Jumlah muridnya saja saya tidak tahu. Dia (Kiai S) itu tidak ada kontribusi sama sekali ke desa," terangnya.
Suhartana menyayangkan, Kiai S juga tidak pernah berkoordinasi dengan pemerintah desa terkait kegiatan belajar mengajar selama pandemi COVID-19. Padahal, banyak santri yang berasal dari luar Kabupaten Jombang.
"Seharusnya laporan, ini tidak ada laporan sama sekali. Kalau saya ditegur Camat ya, saya persilakan ke pondoknya, saya antarkan," ungkapnya.
Terbongkarnya kasus pencabulan dan persetubuhan yang dilakukan Kiai S terhadap para santriwatinya juga tidak mengagetkan Suhartana. "Saya tidak kaget, itu urusan dia sendiri, pribadi dia sendiri. Gini, pondok itu saya menganggapnya bukan pondok. Dia (Kiai S) bagi saya bukan kiai," tambahnya.
Modus tersangka salah satunya dengan membangunkan korban pada tengah malam untuk menunaikan salat tahajud. Setelah korban salat, Kiai S lantas mencabuli korban di kamar asrama putri.
Selain itu, Kiai S juga mencekoki korban dengan doktrin yang menyimpang agar santriwati tersebut bersedia disetubuhi. Ia menyebut alat kelamin perempuan adalah jalan yang mulia karena menjadi jalan lahirnya para pemimpin. Sehingga berhubungan layaknya suami istri adalah perbuatan yang mulia.
Dalam kasus pencabulan dan persetubuhan tersebut, Kiai S ditahan di Rutan Polres Jombang sejak Selasa (9/2) malam. Dia disangka dengan Pasal berlapis. Yakni Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan (2) dan Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (2) dan (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara sudah menantinya.