Akademisi Nilai Deklarasi Perdunu Bermuatan Politis di Masa Transisi Banyuwangi

Akademisi Nilai Deklarasi Perdunu Bermuatan Politis di Masa Transisi Banyuwangi

Ardian Fanani - detikNews
Kamis, 11 Feb 2021 18:27 WIB
perdunu
Pertemuan Dispar Banyuwangi dengan Perdunu (Foto: Ardian Fanani)

Jika kemudian pemerintah daerah salah mengambil langkah, maka bisa terjadi benturan (vis a vis) antar kelompok masyarakat. Apalagi, masyarakat Banyuwangi dikenal sebagai masyarakat religi dan tradisional yang cukup kental. Ketika kelompok yang pro terhadap santet sebagai ilmu putih dihadapkan dengan kelompok yang menganggap santet sebagai ilmu hitam, maka kekacauan sulit dihindarkan.

"Karena kita dalam beragama sendiri juga rentan dibenturkan. Ada agama moderat, ada garis keras atau fundamental. Bisa tengkar sendiri. Itu dipecah belah. Dalam arti seperti itu. Masyarakat kita masih rentan. Ketika diisukan seperti itu, agama garis keras dan sebagainya, wah kamu begitu berarti kamu dan saya tidak sama. Padahal dia sama-sama Islam. Akhirnya terpecah belah bahkan terjadi benturan," tegas Sukidin.

Kemungkinan kedua, Perdunu benar-benar ingin mengembalikan khazanah bahwa santet atau ilmu perdukunan merupakan kearifan lokal Banyuwangi. Hal ini tidak lepas dari makna awal santet yang semula memilki arti ilmu putih atau white magic.

"Kalau kita tarik ke belakang, sebenarnya ilmu santet ini memiliki makna ilmu putih, seperti pengasihan, penglaris, bahkan penyembuhan. Atau dalam istilah agama disebut mahabbah. Meski dalam perkembangannya, santet kemudian mengalami pergeseran makna menjadi ilmu hitam atau sihir," kata Sukidin.

Meski ada potensi benturan, di sisi lain menurut Sukidin hal tersebut juga bisa menjadi peluang baru bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan sektor pariwisata Banyuwangi. Kearifan lokal tersebut jika dikemas dengan baik dengan menggunakan istilah yang lebih halus akan menghadirkan destinasi wisata baru di Bumi Blambangan.

Dia mencontohkan seperti seni tradisional tari seblang, jaranan, kebo-keboan dan seni budaya lainnya yang bersentuhan dengan ilmu gaib, namun ketika dikemas dengan baik dan ditonjolkan unsur seni budayanya justru menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

"Seperti kesenian tradisional, itu dulu kan sakral. Namun sekarang berubah dari tuntunan jadi tontonan. Kesakralan dan aroma mistisnya masih dipertahankan, di sisi lain orang tidak lagi takut karena itu menjadi sebuah pertunjukan yang memiliki daya tarik," tandas Sukidin.


(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.