Meski begitu, warga akan menolak apabila akan direlokasi. Mereka beralasan banjir masih bisa ditangani.
Herman, warga RT 05 RW II Desa Kedungbateng mengaku keberatan meninggalkan kampung halamannya. Menurutnya, seharusnya pemerintah mencari solusi cepat dan terbaik agar dua desa itu tidak terendam banjir. Bukan malah memindahkan mereka atau relokasi.
"Langkah yang paling tepat pemerintah membuat waduk penampungan air. Selain itu membuat sungai baru, pengganti sungai yang ditutup untuk pengeboran," kata Herman di lokasi banjir, Selasa (19/1/2021).
Ia berharap, sungai-sungai di sekitar desa dilakukan normalisasi. Kemudian dilengkapi dam di sebelah Timur Desa Banjarpanji. Menurutnya, seharusnya cepat dilakukan agar aliran air lancar mengarah ke laut dan tidak menggenangi kampungnya.
"Di saat banjir waduk itu bisa dimanfaatkan untuk penampung air. Sementara dam untuk antisipasi banjir rob dari laut," tambah Herman.
Herman juga menjelaskan, banyak resapan air yang kini berubah fungsi menjadi tanah kapling dan pengurukan untuk eksplorasi pengeboran. Di sekitar kampung ini ada 6 titik eksplorasi.
Selain itu, Herman mengaku memperoleh informasi dari BPBD, telah terjadi penurunan tanah di dua desa ini. Namun pihak BPBD belum sepenuhnya transparan tentang penurunan tanah tersebut. Warga hanya mengetahui setiap turun hujan langsung banjir.
"Informasinya ada penurunan tanah, tapi sampai berapa warga tidak mengetahui. Hanya patokannya setiap turun hujan dua desa ini langsung banjir," jelas Herman
Hal yang sama disampaikan oleh Komari, warga RT 03 RW II Desa Kedungbanteng. Menurutnya, sejak akhir 2019, dua desa di Kecamatan Tanggulangin yang awalnya 'kering' berubah menjadi langganan banjir. Bahkan banjir tidak segera surut begitu hujan berhenti.
Menurutnya, pada musim hujan Desember 2019, perkampungan di dua desa tersebut terendam lebih dari enam bulan. Begitu pula kali ini, kampung mereka telah kebanjiran sejak Desember 2020.
"Sebenarnya pemerintah Sidoarjo telah membantu sirtu untuk menaikkan rumah-rumah warga yang terendam banjir. Nilainya miliaran rupiah. Dengan harapan, setelah dinaikkan, rumah mereka bebas banjir. Namun setelah rumah warga dinaikkan, banjir tetap saja masuk ke rumah warga. Banjir semakin tinggi," kata Komari.
"Meski begitu kami bersama dengan warga yang lain tetap merasa keberatan adanya relokasi. Yang jelas ada solusi lain selain relokasi," pungkasnya.