Teka-teki Pemberi Perintah di Kasus Korupsi Kuota Haji

Teka-teki Pemberi Perintah di Kasus Korupsi Kuota Haji

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 10 Agu 2025 21:03 WIB
Gedung KPK
Gedung KPK. (Foto: Andika Prasetya/detikcom)
Jakarta -

KPK telah menaikkan kasus dugaan korupsi kuota jemaah haji tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan. Namun, sosok pemberi perintah di kasus ini masih menjadi teka-teki.

Saat ini, belum ada tersangka yang ditetapkan KPK. Yaqut Cholil Qoumas, menteri agama yang menjabat saat itu, telah diperiksa.

Simak mengenai kasusnya dirangkum detikcom.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus Naik Sidik

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers, mengatakan telah menemukan dugaan tindak korupsi. Dalam penyidikan ini, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

ADVERTISEMENT

"KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama 2023-2024 sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan," ujar Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025).

"Dalam penyidikan perkara ini, KPK menerbitkan sprindik umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU 31 Tahun 1999," imbuhnya.

KPK Bidik Pemberi Perintah

KPK tengah membidik sosok pemberi perintah terkait kuota jemaah haji kala itu. Sebab, kuota jemaah yang ditetapkan tidak sesuai aturan.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu (Adrial Akbar/detikcom)Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu (Adrial Akbar/detikcom)

"Potential suspect-nya adalah tentunya ini terkait dengan alur-alur perintah, kemudian juga aliran dana," kata Asep Guntur Rahayu.

Tak hanya itu, KPK juga akan menelusuri aliran dana berkaitan dengan penentuan kuota yang menyalahi aturan tersebut.

"Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini. Kemudian juga dari aliran dana, siapa pihak-pihak yang menerima aliran dana yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut," tuturnya.

Eks Menag Yaqut Dipanggil Lagi

KPK menyampaikan akan kembali memanggil mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. KPK masih belum menyampaikan jadwal pemanggilan Yaqut.

Mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas diperiksa KPK soal kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024. Pemeriksaan berlangsung sekitar lima jam.Mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas diperiksa KPK soal kasus dugaan korupsi kuota haji khusus 2024. (Foto: Ari Saputra/detikcom)

"Jadi tentunya dalam waktu ke depan, beberapa waktu ke depan, kita juga akan jadwalkan untuk pemanggilan terhadap beberapa pihak, termasuk saudara YCQ," kata Asep.

Yaqut sudah pernah diperiksa sebagai saksi pada Kamis (7/8) kemarin. Selain Yaqut, KPK juga akan memanggil beberapa pihak lainnya.

"Dan nanti setelah ini naik (penyidikan), nanti yang bersangkutan ini akan dipanggil kembali. Mungkin itu yang bisa kami sampaikan," ujarnya.

MAKI Minta Pakai Pasal TPPU

Kasus ini menuai respons, salah satunya dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI Boyamin Saiman meminta KPK juga menggunakan pasal pencucian uang agar bisa melacak alur dana dalam perkara ini.

"Harapan saya ya KPK menerapkan pencucian uang. Karena kan uang tadi kan kemudian mengalir ke mana-mana, mengalir kepada siapa," kata Boyamin kepada wartawan, Minggu (10/8).

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, mengirimkan surat kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron untuk meminta bantuan pengurusan mutasi seorang ASN Papua Barat.Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Foto: Yogi Ernes/detikcom)

Boyamin mengapresiasi KPK yang telah menaikkan pengusutan perkara kuota haji tersebut ke tahap penyidikan. Boyamin menyebut pihaknya akan terus mengawal kasus itu.

"Dan kami tetap mengawal itu, dan kalau lemot lagi tetap kami gugat praperadilan, dan kita pantau terus," ucapnya.

Boyamin juga berkalkulasi perkiraan kerugian negara di kasus ini dapat mencapai Rp 500-750 miliar. Hitungan itu didapat dari harga biaya haji khusus yang dikenakan 5 ribu dolar atau sekitar Rp 75 juta.

Pada perkara ini, kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah, dibagi dua untuk reguler dan khusus. Hal itu, kata Boyamin, jelas melanggar aturan.

"Yang 10.000 (kuota) kan dikasihkan khusus. Nah kalau itu kan dijual 5 ribu (dolar) semua, 5 ribu kali 10 ribu sudah berapa. Artinya 7,5 kali berapa, ya Rp 750 miliar," ucap dia.

"Mungkin bisa kurang tapi ya bisa jadi Rp 500 miliar paling tidak nah itu terus uang itu kemana saja, nah itu maka proses penyidikan ini adalah suatu yang sudah seharusnya," tambahnya.

Halaman 2 dari 4
(fca/fca)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads