Legenda Watu Blorok Jadi Cerita Pertunjukan Ludruk Sarat Pesan Moral

Urban Legend

Legenda Watu Blorok Jadi Cerita Pertunjukan Ludruk Sarat Pesan Moral

Enggran Eko Budianto - detikNews
Minggu, 03 Jan 2021 15:35 WIB
watu blorok
Budayawan Eko Edy Susanto (Foto: Enggran Eko Budianto)
Mojokerto -

Watu Blorok menginspirasi budayawan Mojokerto untuk mengangkat legendanya menjadi cerita dalam pertunjukan kesenian ludruk. Cerita tentang asal usul batu yang dikeramatkan ini sarat pesan moral untuk para orang tua.

Salah seorang budayawan yang terinspirasi legenda Watu Blorok adalah Eko Edy Susanto alias Edy Karya (65). Kakek 6 cucu ini pemimpin Ludruk Karya Budaya. Kelompok kesenian ludruk tersebut didirikan mendiang ayahnya, Kamari pada 29 Mei 51 tahun silam.

"Saya mementaskan legenda Watu Blorok karena ingin cerita-cerita rakyat menyebar ke seluruh masyarakat. Sehingga masyarakat kita paham dengan lingkungan di sekitarnya," kata Edy kepada detikcom di rumahnya, Dusun Sukodono, Desa Canggu, Kecamatan Jetis, Jumat (18/12/2020).

Pensiunan PNS ini menjelaskan legenda Watu Blorok pertama kali diangkat dalam pertunjukkan Ludruk Karya Budaya di Desa Talun, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto pada 2010. Cerita yang sama lantas dipentaskan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Taman Krida Budaya Malang, serta di salah satu stasiun televisi nasional.

watu blorokWatu Blorok (Foto: Enggran Eko Budianto)

"Pagelarannya selama 4 jam. Saya melihatkan 70 personel. Yaitu 45 orang pemeran cerita, tenaga tata suara, panggung, pencahayaan dan tata busana," terang Edy.

Edy mengaku merangkai cerita legenda Watu Blorok dari berbagai sumber. Antara lain dari hasil berdiskusi dengan para pemerhati sejarah dan tulisan sejumlah akademisi lokal. Jalan cerita versi Edy ternyata tidak jauh berbeda dengan Iwan Abdillah, pemerhati sejarah lokal yang juga mantan Camat Jetis.

"Ada kesamaan terkait cerita Watu Blorok. Intinya Raja Majapahit yang pertama, Raden Wijaya menugaskan kepala prajurit wilayah utara Sungai Brantas, Wiro Bastam. Saat itu permaisuri mengidam ingin makan hatinya kijang kencana, kijang yang warnanya kuning keemasan. Desas desusnya kijang itu ada di alas (hutan) Mojoroto," tuturnya.

Wiro Bastam lantas berburu kijang kencana di Hutan Mojoroto yang kini dikenal dengan sebutan Alas Watu Blorok. Dia dibekali raja dengan tombak Kiai Gobang, salah satu pusaka Kerajaan Majapahit.

Melihat hewan buruannya di depan mata, Wiro pun melemparkan tombak tersebut ke kijang kencana. Namun, kijang itu kabur bersama mata tombak yang menancap di tubuhnya.

"Karena menghilangkan pusaka kerajaan, dia tak berani balik ke keraton. Hanya prajuritnya yang disuruh kembali. Dia mencari mata tombak Kiai Gobang di Alas Mojoroto," jelas Edy.

Dalam upayanya mencari mata tombak Kiai Gobang, lanjut Edy, Wiro Bastam dirampok saat berusaha menyeberangi Kali (Sungai) Lamong, yaitu sungai yang membelah Mojokerto dengan Gresik. Dia hanyut di sungai tersebut setelah kalah bertarung dengan gerombolan perampok.

Wiro Bastam diselamatkan seorang gadis desa setelah hanyut beberapa kilometer di wilayah Balongpanggang, Gresik. Kesatria Majapahit itu lantas menikahi wanita tersebut dan menetap. Buah pernikahannya itu, dia mempunyai dua anak yakni putra pertama Joko Welas dan putri kedua Roro Wilis.

watu blorokwatu blorok Foto: Enggran Eko Budianto

"Kedua anaknya dia gembleng menjadi sakti. Selepas remaja, mereka ingin mengabdi di Majapahit sebagai prajurit. Namun, Wiro Bastam tidak berani mengantarkan anaknya ke Majapahit karena belum menemukan tombak pusaka kerajaan yang dia hilangkan," ungkapnya.

Joko Welas dan Roro Wilis memutuskan membantu ayahnya untuk menemukan tombak Kiai Gobang di Hutan Mojoroto. Sebelum berangkat, mereka diwanti-wanti ayahnya agar tidak bertengkar selama mencari pusaka kerajaan. Karena keduanya belum benar-benar dewasa.

Sampai di Hutan Mojoroto, persoalan terjadi. Kala itu Roro Wilis ingin menolong seorang nenek yang terjebak di dalam sumur. Namun, niat baiknya dihalangi Joko Welas. Karena sang kakak tahu sosok nenek itu jelmaan jin yang ingin mencelakakan adiknya.

"Roro Wilis bersikeras menolong nenek itu. Dia ditarik si nenek hingga ikut tercebur ke sumur. Kemudian nenek itu lenyap. Roro Wilis pun ditolong kakaknya dengan ditarik menggunakan tongkat kayu," tutur Edy.

Keluar dari sumur tersebut, kulit sekujur tubuh Roro Wilis menjadi berbintik hitam putih atau menjadi blorok dalam Bahasa Jawa. Sifat keras kepalanya membuat Joko Welas marah. Adik kakak itu pun bertarung dan saling beradu kesaktian.

Perkelahian mereka memicu petir bergemuruh. Itu menjadi pertanda bagi Wiro Bastam sehingga dia mencari kedua anaknya tersebut di Hutan Mojoroto. Benar saja, Wiro menemukan Joko Welas dan Roro Wilis sedang bertarung sengit.

"Saat Joko Welas dan Roro Wilis saling menendang, suara petir menggelegar, mereka terpental sejauh 10 meter. Wiro Bastam bertanya kepada mereka mengapa bertikai. Karena takut dengan bapaknya, mereka diam saja. Wiro Bastam lantas menyebut kedua anaknya itu seperti batu karena diam saja saat ditanya sampai tiga kali," jelas Edy.

watu blorokFoto: Enggran Eko Budianto

Seketika Joko Welas dan Roro Wilis berubah menjadi batu. Konon Roro Wilis menjadi Watu Blorok. Yaitu batu berdiameter 1 meter di tepi jalan Mojokerto-Gresik. Tepatnya sekitar 100 meter dari permukiman penduduk Dusun Pasinan, Desa Kupang, Kecamatan Jetis.

Sedangkan kakak kandungnya konon menjadi batu berukuran lebih kecil di lokasi yang sama. Posisi kedua batu tersebut sejajar hanya dipisahkan jalan raya.

"Pesan moral cerita rakyat ini, jadi orang tua jangan sembrono mengumbar kata-kata. Karena bisa membawa risiko terhadap dirinya sendiri maupun keluarganya," tandas Edy.

Halaman 2 dari 3
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.