"Salah satu dampaknya jelas di pariwisata, dari kacamata pariwisata salah satu fasilitas yang harus kita pertimbangkan terutama mendatangkan wisatawan asing. Terus gimana untuk pencapaian target, pajak dan banyak kaitannya," ujarnya.
Untuk lebih lanjut, pihaknya akan membahas bersama PHRI Nasional. Sementara ini pihaknya sedang mempelajari untuk menentukan sikap ke depannya.
Dwi mengaku banyak hal yang harus dipertimbangkan. Seperti perizinan yang mau diteruskan atau tidak, tatanan aturan hingga target pencapaian untuk mendatangkan wisatawan.
"Kita ingin tahu kejelasannya kita harus pelajari lebih dalam, kita pelajari betul-betul dampaknya kira-kira seperti apa pasti ada timbal baliknya, pajak juga ada perubahan, itu bisa ndak. Kalau tetep aja seperti sekarang pajaknya, ya nggak bisa harus ada penyesuaian," jelasnya.
"Semua kita pelajari sampai di mana maksud pasal-pasalnya seperti apa, kita diskusikan nanti malam untuk RUU itu. Nanti didiskusikan lagi bagaimana untuk secara nasional maupun Jatim seperti apa tanggapannya, karena tidak semuanya semudah yang dipikirkan," pungkasnya.
RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) merupakan usulan dari beberapa anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Gerindra. Tujuan disodorkan RUU ini diklaim untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif yang timbul dari minuman beralkohol.
"Serta menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol. Selain itu, untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari para peminum alkohol," ujar anggota Baleg DPR RI Fraksi PPP, Illiza Sa'aduddin Djamal, dalam rapat Baleg, Selasa (10/11).
(fat/fat)