Kasus seorang ibu melahirkan sendiri di Rumah Sakit Pelengkap Medical Center (RS PMC) Jombang hingga bayinya meninggal, masih menjadi sorotan. Namun keluarga korban menolak melanjutkan ke proses hukum.
Kasus ini terjadi di RS PMC, Jalan Ir H Juanda, Jombang pada Selasa (4/8) dini hari. Seorang ibu berinisial DR (27) melahirkan tanpa dibantu tenaga kesehatan di ruang isolasi Darussalam rumah sakit tersebut. Ibu satu anak warga Desa Gedangan, Kecamatan Sumobito, Jombang itu diisolasi karena reaktif COVID-19 pada pemeriksaan awal di IGD RS PMC.
Perempuan ini menyebut, petugas medis baru memberikan pertolongan sekitar 30 menit setelah bayinya lahir. Yaitu sekitar pukul 05.00 WIB. Saat itu, petugas medis RS PMC memastikan bayi perempuan DR sudah meninggal dunia.
Padahal menurutnya, ibu DR yang saat itu menemani, AL sudah berusaha meminta pertolongan ke perawat sejak cucunya baru terlihat rambutnya. Ditambah lagi saat itu DR sudah banyak mengeluarkan air ketuban. Namun, perawat RS PMC meminta mereka menunggu hingga pukul 09.00 WIB dengan alasan masih tahap observasi.
Meski begitu, korban enggan menempuh jalur hukum. Suami korban, Bayu Kurniawan (29) hanya mengadu ke DPRD Jombang. Dia berharap Dinas Kesehatan memberi sanksi terhadap manajemen RS PMC, sehingga kasus serupa tidak terjadi.
Terlebih, DR juga berprofesi sebagai perawat salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Jombang. Itulah yang membuat Bayu tidak sampai hati jika ada perawat atau tenaga kesehatan lainnya di RS PMC, yang harus dipenjara terkait kasus tersebut.
"Memang dari awal tidak ada keinginan menempuh jalur hukum. Ini kesepakatan keluarga demi keamanan keluarga. Kami sejak awal menyerahkan ke DPRD Jombang. Harapan kami supaya tak terjadi lagi hal seperti ini di RS Pelengkap. Biar tidak meremehkan orang kecil-kecil yang berobat menggunakan BPJS Kesehatan," kata Bayu saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (11/9/2020).
Simak juga video 'Kisah Wanita di Tasikmalaya Mendadak Hamil 1 Jam Lalu Melahirkan':
Sikap keluarga korban dipertegas lagi melalui surat pernyataan bermeterai. Surat tersebut dibuat DR di hadapan anggota Polres Jombang yang datang ke rumahnya pada Kamis (10/9).
"Kemarin memang ada pihak dari Polres Jombang datang ke rumah ketemu istri saya, saya pas kerja. Istri saya membuat surat pernyataan bermeterai Rp 6.000 bahwa kasus ini tidak dilanjutkan ke meja hukum. Kami berharap kasus ini tidak diperpanjang," tegas bapak satu anak yang sehari-hari berdagang kasur busa ini.
Tidak hanya itu, lanjut Bayu, keluarganya juga memilih menerima permintaan damai dari manajemen RS PMC. Bahkan, surat perjanjian damai itu dibuatkan akta notaris. Rumah sakit swasta di Jalan Ir H Juanda tersebut lantas memberi tali asih untuk istrinya.
"Kami sudah berdamai dengan rumah sakit. Mereka sudah meminta maaf ke kami. Kami sudah membuat perjanjian dengan rumah sakit bahwa masalah ini tidak diperpanjang. Kami sekeluarga sudah mengikhlaskan kematian bayi kami," terangnya.
Namun, Bayu mengaku siap jika dimintai keterangan polisi terkait kasus yang dialami istri dan buah hatinya. Seperti diketahui, Satreskrim Polres Jombang melakukan penyelidikan sejak kasus ini mencuat ke publik.
"Nanti saya memberi keterangan seperti biasa saja, bahwa istri saya melahirkan di sana, anak saya meninggal karena memang kan orang kesehatannya telat datang karena prosesnya cepat kelahirannya," jelasnya.
Ia menambahkan, saat ini kondisi istrinya belum pulih sepenuhnya. Menurutnya, DR masih mengalami trauma setelah melahirkan sendiri di ruang isolasi RS PMC, hingga bayinya meninggal dunia.
"Sudah sehat, tapi secara mental masih butuh waktu. Dia belum bekerja. Rencana mau buka usaha, belum tahu akan bekerja lagi sebagai perawat atau tidak karena masih trauma," imbuhnya.
Terkait kasus ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang tidak memberikan sanksi kepada RS PMC. Dinkes hanya meminta rumah sakit swasta itu membuat ruang bersalin khusus pasien yang dicurigai COVID-19, dan mengevaluasi kinerja tenaga kesehatan mereka.
Sementara Dinkes Jatim menemukan 3 permasalahan yang memicu DR (27) melahirkan tanpa bantuan tenaga kesehatan, hingga bayi perempuannya meninggal dunia. Permasalahan pertama yakni pada saat proses persalinan di ruang isolasi tidak ditolong oleh bidan.
Hal ini disebabkan karena tidak disiapkannya ruang isolasi khusus untuk pelayanan persalinan. Sehingga perawat yang bertugas masih harus berkoordinasi dengan bidan yang berada di kamar bersalin. Hal inilah yang menyebabkan keterlambatan pertolongan persalinan.
Persoalan kedua, rumah sakit belum menyiapkan tenaga khusus dalam pelayanan maternal neonatal COVID-19. Sedangkan permasalahan ketiga yaitu rumah sakit belum menetapkan standar operasional prosedur terkait dengan screening di triage, dan cara berkoordinasi/komunikasi dengan ruang perawatan (kamar bersalin, ruang isolasi, ruang rawat inap dan lain-lain).