Dinkes Jatim menemukan unsur kelalaian dalam kasus ibu melahirkan sendiri hingga bayinya meninggal, di Rumah Sakit Pelengkap Medical Center (RS PMC) Jombang. Oleh sebab itu, DPRD Jombang meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut.
Ketua DPRD Jombang Mas'ud Zuremi mengatakan, pihaknya baru menerima surat hasil klarifikasi Dinkes Jatim terhadap kasus ibu melahirkan sendiri, pada Selasa (8/9). Dalam surat tersebut, Dinkes Jatim menyebutkan proses klarifikasi pada Senin (10/8) dihadiri pihak RS PMC, serta tim IDI, POGI, IBI dan Dinkes Jombang.
Hasilnya, Dinkes Jatim menemukan 3 permasalahan yang memicu DR (27) melahirkan tanpa bantuan tenaga kesehatan, hingga bayi perempuannya meninggal dunia pada Selasa (4/8) dini hari. Warga Desa Gedangan, Kecamatan Sumobito itu melahirkan sendiri di ruang isolasi Darussalam RS PMC, Jalan Ir H Juanda, Jombang.
Permasalahan pertama yakni pada saat proses persalinan di ruang isolasi tidak ditolong oleh bidan. Hal ini disebabkan karena tidak disiapkan ruang isolasi khusus untuk pelayanan persalinan. Sehingga perawat yang bertugas masih harus berkoordinasi dengan bidan yang berada di kamar bersalin. Hal inilah yang menyebabkan keterlambatan pertolongan persalinan.
Persoalan kedua, rumah sakit belum mempersiapkan tenaga khusus dalam pelayanan maternal neonatal COVID-19. Sedangkan permasalahan ketiga yaitu rumah sakit belum menetapkan standar operasional prosedur terkait dengan screening di triage dan cara berkoordinasi/komunikasi dengan ruang perawatan (kamar bersalin, ruang isolasi, ruang rawat inap dan lain-lain).
"Dari hasil penanganan, pemantauan, penyelidikan Dinas Kesehatan Jatim, termasuk juga ada IDI di situ. Ada kelalaian, ada keteledoran, ada kekurangan-kekurangan pelayanan oleh RS Pelengkap. Ngomong RS Pelengkap juga dari dokter, dari bidan dan tenaga medis lainnya," kata Mas'ud kepada wartawan di kantornya, Jalan KH Wahid Hasyim, Rabu (9/9/2020).
Oleh sebab itu, Mas'ud meminta Polres Jombang segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini. "Artinya ketika ngomong ada kelalaian, harus ada aparat penegak hukum turun ke sana. Kelalaian itu apakah disengaja atau tidak," tegasnya.
Di lain sisi, Mas'ud mengaku kecewa dengan tindak lanjut yang dilakukan Dinkes Jombang terkait kasus ini. Yaitu pada pekan pertama September, mereka melakukan pemetaan terhadap semua rumah sakit di Kota Santri untuk pemerataan layanan maternal neonatal di era COVID-19. Dilanjutkan sosialisasi kasus ke semua tenaga kesehatan untuk mencegah kasus serupa terulang.
Padahal, Dinkes Jatim meminta Dinkes Jombang melakukan monitoring ke RS PMC. Yaitu terkait penguatan SDM rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan kesehatan maternal neonatal COVID-19, adanya kamar bersalin khusus bagi ibu hamil reaktif COVID-19, serta penguatan SOP ruang isolasi, pemeriksaan laboratorium, tata laksana pelayanan kesehatan ibu dan anak.
"Tindak lanjut pemetaan sasarannya seluruh rumah sakit di Jombang. Padahal, ini kasus RS Pelengkap, seakan semua rumah sakit disamakan dengan RS Pelengkap. Minggu kedua September pembelajaran untuk semua nakes rumah sakit dan Puskesmas. Seakan-akan Puskesmas di Jombang sama dengan RS Pelengkap," terangnya.
DR melahirkan sendiri anak keduanya di ruangan isolasi RS PMC tanpa dibantu petugas medis pada Selasa (4/8) dini hari. Saat itu, dia hanya ditemani ibu kandungnya, AL (63). Wanita asal Desa Gedangan, Kecamatan Sumobito, Jombang itu dipindahkan ke ruang isolasi Darusallam karena reaktif saat di-rapid test di IGD rumah sakit swasta tersebut.
Perempuan yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta di Jombang ini menyebut, petugas medis baru memberikan pertolongan sekitar 30 menit setelah bayinya lahir. Yaitu sekitar pukul 05.00 WIB. Saat itu, petugas medis RS PMC memastikan bayi perempuan DR sudah meninggal dunia.
AL sudah berusaha meminta pertolongan ke perawat sejak cucunya baru terlihat rambutnya. Ditambah lagi saat itu DR sudah banyak mengeluarkan air ketuban. Namun, perawat RS PMC meminta mereka menunggu hingga pukul 09.00 WIB dengan alasan masih tahap observasi.