Tulungagung dikenal sebagai salah satu penghasil batu marmer terbesar di Indonesia. Lantas, bagaimana strategi dan geliat usaha marmer di masa pandemi COVID-19?
Di sepanjang ruas jalan utama di Desa/Kecamatan Campurdarat, Tulungagung berjajar galeri yang memajang aneka produk batu marmer, mulai dari lantai, wastafel, meja kursi, patung, kijing makam, piala, aneka ornamen dekorasi hingga berbagai produk turunannya.
Detikcom mengunjungi salah satu perusahaan penyedia aneka produk marmer yang dikelola Imam Mahfudin di Dusun Blumbang, Desa/Kecamatan Campurdarat, Tulungagung. Imam mengakui masa pandemi Corona ini menjadi tantangan tersendiri untuk mempertahankan bisnis marmer.
Strategi pemasaran yang menjadi faktor dominan dalam menjaga keberlangsungan usaha. Sebab jika hanya mengandalkan pemasaran secara tradisional dengan mengharap konsumen datang, dipastikan omzet akan terjun bebas, terbukti beberapa rekannya kini harus menghentikan aktivitas pabrik, lantaran sulitnya pemasaran secara offline.
"Saat ini pabrik saya masih beroperasi dengan normal, semua karyawan alhamdulillah tidak ada yang saya PHK. Kuncinya sebetulnya adalah strategi, di era 4.0 ini ya harus evolusi," kata Imam, Sabtu (8/8/2020).
Evolusi yang dimaksud adalah mengubah pola pemasaran, dari sebelumnya hanya dipajang di galeri, kini harus beralih secara daring. Hal itulah yang kini diterapkan di perusahaannya, bahkan khusus untuk bagian digital marketing ia mempekerjakan sekitar 20 orang karyawan.
"Terbukti, di saat ada pandemi Corona ini, kami tidak terlalu terdampak. Penurunan memang ada tapi tidak signifikan. Order dari berbagai daerah masih terus mengalir," ujarnya.
Imam Mahfudin menjelaskan, dalam menjalankan bisnis marmer secara digital tersebut, pihaknya memanfaatkan lima 'market place' terbesar di Indonesia, serta lima media sosial. Tak hanya itu, untuk menguatkan penetrasi pasar, perusahaannya juga membuat website tersendiri.
Seluruh produk marmer yang dijual dipajang melalui toko online tersebut, mulai dari produk kecil yang berharga ribuan hingga puluhan juta rupiah. Membangun bisnis tidak bisa dilakukan secara instan, namun harus konsisten dan bertahap. Perusahaannya mulai merintis digital marketing sejak sejak 2007 lalu.
"Digital marketing ini harus ditangani secara serius, bahkan untuk memaksimalkan pemasaran, kami juga memanfaatkan iklan melalui Facebook Ad dan Adword," imbuh pemilik usaha Bintang Antik Sejahtera ini.
Di awal masa pandemi, limpahan omzet pun berdatangan, sebab banyak perusahaan maupun perseorangan yang mencari produk wastafel untuk perlengkapan cuci tangan. Selain itu momen lebaran dan hari raya kurban ia juga menerima banyak pesanan kijing atau penutup makam dari marmer.
"Itu termasuk yang menyelamatkan kami di saat pandemi ini. Kalau sekarang yang mulai ramai adalah kijing untuk makam Kristen, mereka mulai persiapan untuk natal," jelasnya.
Imam mengaku, untuk menyediakan semua produk marmer tersebut pihaknya bekerja sama dengan puluhan perajin marmer di wilayah Campurdarat. Mereka menyuplai sejumlah produk yang tidak bisa dikerjakan secara mandiri oleh perusahaannya.
"Kami kerja sama dengan plasma ini sebagai upaya pemberdayaan terhadap UKM. Sebab mereka masih membutuhkan bantuan dari segi pemasaran," kata Imam.
Imam mengakui, saat terjadi wabah Corona, tantangan muncul pada tahap pengiriman barang, anak buahnya harus memasang strategi agar bisa mengirimkan barang secara tepat waktu kepada konsumen.
"Pada saat PSBB itu yang sulit, tapi kalau sekarang sudah longgar," imbuhnya.
Di sisi lain, Imam mengakui musim pandemi berdampak terhadap salah satu unit bisnis marmernya, yakni pengadaan tropi atau piala. Sebab biasanya pada Bulan Agustus merupakan puncak lonjakan permintaan. Namun dengan tidak adanya even perayaan 17-an permintaan dari konsumen masih relatif sepi.
"Tahun lalu kami menang enam lelang pengadaan tropi, untuk sekarang baru satu. Tapi untuk reseller, mereka masih ada yang minta untuk stok, karena siapa tahu nanti akan diperbolehkan perayaan. Yang sepi itu permintaan end user seperti panitia lomba," pungkasnya.