Seorang kuli bangunan di Sumenep, Sadik (40) tidak sanggup membayar sewa rumah kos karena terdampak wabah Corona. Ia bersama istri dan anaknya akhirnya tinggal di gubuk tengah kebun bambu.
Gubuk bambu berukuran 4x4 meter ini dibangun sendiri di atas tanah milik kerabatnya di Desa/Kecamatan Batuan. Sebelumnya mereka tinggal di rumah kos sederhana di Desa Pandian selama 4 tahun.
Namun sejak tiga bulan terakhir Sadik tidak bekerja terdampak wabah Corona. "Dulu saya nyewa rumah kos di daerah Kolor bayar bulanan Rp 250 ribu. Tapi karena tidak kerja sejak tiga bulan kemarin, saya gak punya uang untuk bayar kos," kata Sadik, Jumat (1/5/2020).
Sadik mengaku sudah berusaha mencari kerjaan ke mana-mana namun tidak dapat. Sehingga jangankan bayar sewa kos, buat makan saja susah. Apalagi ia punya dua anak. Yang satu baru masuk SD dan satunya lagi masih balita.
"Buat makan aja saya susah belum lagi anak yang pertama saya sekolah SD. Butuh uang jajan, beli susu adiknya juga," imbuhnya.
Karena tidak sanggup bayar sewa kos, Sadik dan keluarganya kemudian memutuskan ikut kerabatnya di Desa Batuan. Ia membuat rumah dari bambu di tengah kebun bambu. Di dalam rumah tersebut ia tinggal berempat.
Simak video Jokowi Minta Pekerja Informal Terdampak Corona Dapat Bansos:
Awalnya rumah tersebut menggunakan atap terpal yang di kasih pinjam kerabatnya. Ketika hujan deras ia kadang tak bisa tidur karena atap terpal yang digunakan bocor.
"Dulu ini atapnya pakai terpal banyak bolongnya kalau hujan bocor. Saya dan anak-anak kadang tidur duduk," kata Rusmani (33), istri Sadik.
Beruntung beberapa waktu lalu ada warga yang membantunya membelikan atap asbes sehingga lebih nyaman karena tidak bocor lagi. Dinding rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu dilapisi banner bekas di luar agar tidak terlalu dingin ketika hujan. Sementara untuk mandi ia masih numpang dan kalau buang air besar mereka pergi ke hutan.
Sadik dan keluarganya merupakan warga pendatang di Kabupaten Sumenep. Mereka berasal dari Desa Torjek Kecamatan Kangayan, Kepulauan Kangean, Sumenep. Di pulau mereka mengaku tidak punya apa-apa sehingga memilih merantau ke daratan Sumenep untuk mengubah nasib. Namun ternyata nasibnya harus tinggal di rumah gubuk bersama keluarnya sejak dua bulan lalu, karena sudah tak sanggup bayar sewa rumah kos.
Selama berada di Sumenep ia tidak mendapat bantuan kesejahteraan yang dikucurkan pemerintah. Mungkin karena KTP-nya masih tercatat di desa asal. Sadik mengaku selama berada di Batuan hanya pernah didata oleh camat dan diberikan bantuan sembako berupa beras dan telur.