Paidi menambahkan, awalnya ia mencari umbi porang di hutan dan selama dua bulan mendapat dua ton. Ia menjualnya dengan harga Rp 3 juta.
Namun, dalam tiga tahun terakhir, nasib Paidi berubah total. Ia sekarang menjadi seorang miliarder setelah mengembangkan porang. Porang yang ditanam Paidi bahkan dikirim hingga ke luar negeri. Paidi juga memberikan modal kepada petani di kampung halamannya yang ingin mengembangkan porang.
Paidi menjelaskan, dengan lahan 1 hektare, jika ditanami porang semuanya, dalam kurun dua musim atau sekitar dua tahun, petani bisa meraup omzet Rp 800 juta. Dari omzet tersebut, petani bisa mengantongi keuntungan Rp 700 juta setelah dikurangi biaya pengadaan bibit, pupuk, hingga pengolahan lahan sekitar Rp 100 juta.
Kini Paidi sudah menjadi pengepul porang dan mendirikan sebuah perusahaan, yakni PT Paidi Indo Porang, yang memiliki 66 karyawan. Di samping itu, Paidi memiliki lahan porang sendiri seluas 10 hektare di kampungnya.
Saat ini, di Desa Kepel sudah ada 15 petani binaan Paidi dan sudah berhasil berangkat umrah. Petani binaannya mendapat bantuan 30 kg bibit yang bisa menghasilkan Rp 72 juta setiap panen.
Data yang dihimpun detikcom, para petani menjual hasil panen porang kepada Paidi yang sekaligus menjadi pengepul. Ada dua jenis porang yang dikembangkan. Yakni dari umbi yang ada di bawah tanah dan jenis katak yang tumbuh di bagian daun.
Porang merupakan tanaman penghasil umbi yang dapat dimakan. Karena masih serumpun dan penampilan serta manfaatnya mirip dengan suweg dan walur, tanaman iles-iles ini sering kali dirancukan dengan kedua tanaman tersebut.
(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini