Menanggapi permasalahan tersebut, Dinas Pertanian Ponorogo melakukan pendataan penggunaan sumur untuk pertanian. Yakni melalui kelompok tani dan penyuluh pertanian.
"Dengan pendataan, bisa melihat peta kondisi sumur di masing-masing desa," tutur Plt Kadin Pertanian Ponorogo Andi Susetyo, Senin (28/10/2019).
Andi menambahkan, dari pemetaan tersebut ada data penggunaan berbagai model sumur untuk lahan pertanian seperti sumur dangkal, sumur sedang, sumur sibel dan sumur dalam.
Survei, lanjut Andi, sudah disebar melalui koordinator penyuluh kecamatan. Dari hasil survei tersebut, ada sumur sibel di lapangan yang menurut sebagian masyarakat menjadi penyebab keringnya air tanah permukiman.
"Kami juga sedang menjajaki peraturan-peraturan di desa yang sudah dibuat terkait pengaturan sumur ini. Agar tidak menyebabkan masalah atau gesekan antar penduduk," terangnya.
Menurut Andi, sesuai dengan Permentan, yang masuk kategori sumur dangkal di bawah 30 meter, sumur sedang antara 30 sampai 60 meter, sumur dalam di atas 60 meter.
Permasalahan lain, pembuatan sumur dalam membutuhkan biaya yang tidak sedikit sekitar Rp 200 juta. Sedangkan sumur sedang biaya Rp 100 juta.
"Kelompok tani bisa mengajukan bantuan ke kementerian karena kalau mengandalkan APBD cukup berat juga," katanya.
Ke depan, Andi berharap untuk pertanian bisa masuk ke kategori sumur dalam. Agar tidak mengganggu kondisi air di sumur dangkal yang digunakan untuk permukiman.
"Sehingga ada perbedaan kedalaman dan tidak saling mengganggu. Antara kebutuhan petani dan rumah tangga," pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini