Nama Rustamadji sebagai pelukis sejak era revolusi kemerdekaan memang tidak seterkenal Affandi, Basuki Abdullah, Sudjojono dan lainnya. Namun perupa sekaligus pematung asli Klaten itu melahirkan banyak karya yang dikoleksi pejabat negara dan museum mancanegara.
Dikutip detikcom dari buku autobiografi yang tersimpan di sekretariat Paguyuban Senirupawan Klaten (Pasren), Perum Klaten Kencana, Klaten Utara, Rustamadji dilahirkan pada 19 Januari 1921 di Klaseman, Klaten Tengah. Masa kecilnya pernah menjadi buruh bangunan laden tukang membantu ayahnya, Soegiman Sastroredjo, dan pernah bekerja di PG Cokro.
Rustamadji sempat masuk Sekolah Rakyat di Kecamatan Ceper, kemudian melanjutkan ke Taman Siswa selama 3 bulan dan Sekolah Muhammadiyah di Temanggung tidak sampai selesai. Dia mulai melukis di usia 17 tahun dan semakin intensif di masa pendudukan Jepang 1942-1947 dengan bermukim di Malang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 1948 Rustamadji pindah ke Yogyakarta bergabung dengan Sanggar Pelukis Rakyat bersama Hendra Gunawan, Kusnadi, Trubus, dan Affandi. Saat agresi militer Belanda, Rustamadji ikut mengangkat senjata sambil terus membuat lukisan sketsa.
Setelah penyerahan kedaulatan RI tahun 1949, Rustamadji ikut diminta Kementerian Penerangan RI membuat lukisan bertema perjuangan dan membuat patung. Semua dilakukan secara autodidak.
![]() |
"Bapak itu lahir di Klaten tapi pindah-pindah, ke Malang, Yogyakarta dan Jakarta. Belajar seninya autodidak, pendidikan terakhir setingkat SMP tapi tidak tahu lulus atau tidak," kata anak kedua Rustamadji, Karang Sasangka (58), pada detikcom Sabtu (12/12/2021).
Menurut Sasangka yang juga pelukis, ayahnya sosok sederhana, mencintai alam dan menghormati setiap orang yang ditemuinya. Meskipun tidak berpendidikan seni, karyanya ada beberapa yang dikoleksi istana negara Jakarta.
"Ada beberapa karya yang dikoleksi Bung Karno dipasang di istana negara. Sampai sekarang yang sering muncul lukisan yang berjudul Pohon Nangka," sebut Sasangka.
Sejak berkarya sampai wafat pada 2001, kata Sasangka, ayahnya tidak kurang menghasilkan 300-400 lukisan. Banyak di antaranya saat ini berada di tangan kolektor, termasuk jadi koleksi di luar negeri.
"Yang di luar negeri jumlah berapa kami anaknya tidak tahu. Yang kami tahu ada dua di Museum Seni Ketimuran, Moskow dan bulan November lalu untuk latar webinar galeri Nasional yang juga saya ikut," sambung Sasangka.
Dua lukisan itu, ucap Sasangka, bisa sampai ke Rusia karena ayahnya pernah menggelar pameran di Moskow. Pameran itu dilakukan sekitar tahun 1960.
"Bapak pernah pameran disana (Moskow) tahun 1960, selain ke Rusia seingat saya pernah ke Brazil juga. Almarhum sejak muda sering keluar masuk hutan, petualangan alam jadi mencintai alam," lanjut Sasangka yang juga Ketua Pasren.
Diceritakan Sasangka, selain dikoleksi Bung Karno dan tersebar di luar negeri, karya ayahnya juga dikoleksi para tokoh nasional. Mulai dari Wapres Adam Malik, menteri-menteri Orde Baru, sampai Keluarga mantan Presiden Suharto.
"Keluarga Cendana, mantan Menpen Harmoko juga mengkoleksi lukisan bapak. Kalau alirannya semua lukisan bapak itu naturalis dan realis," jelas Sasangka.
Sasangka menuturkan, kecintaan ayahnya pada alam yang natural dibuktikan dengan membuat lukisan ukuran besar. Ada tiga lukisannya yang berukuran 4x2 meter.
"Lukisan Pantai Parangtritis, Gunung Merapi dan Rawa Jombor, tahun 1990-an lukisan itu masih ada," jelas Sasangka.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
"Beberapa karya patung di antaranya, pernah dapat pesanan patung dari Bung Karno untuk membuat patung Erlangga di hotel Indonesia (1962), patung Tugu Muda Semarang (1953), patung Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Monumen Juang 45 Klaten dan lainnya. Bapak malah dikenal di institut seni itu sebagai pematung, bukan pelukis," pungkas Sasangka.
Mantan Ketua Pasren, Ansori, menambahkan dirinya mengenang Rustamadji sebagai perupa regional, nasional dan internasional. Selain perupa beraliran realis, juga seorang spiritualis.
"Beliau itu selain pelukis realis, juga spiritualis. Yang dilukis itu langsung ciptaan Tuhan, pernah bersama melukis di kawasan candi, yang lain melukis bangunan candi, pak Rus malah melukis pohon besar di dekatnya," ungkap Ansori.
Satu hal, sebut Ansori, sosok Rustamadji sebagai perupa dan pematung berbeda dengan perupa lainnya. Rustamadji tidak punya latar belakang pendidikan seni.
"Pak Rus itu pelukis dan pematung autodidak, masa kecilnya tidak mewah tapi karyanya bisa setara pelukis besar lainnya," kata Ansori.