Kampung Tulung Magelang, Saksi Bisu Gugurnya 42 Pejuang Kemerdekaan

Kampung Tulung Magelang, Saksi Bisu Gugurnya 42 Pejuang Kemerdekaan

Eko Susanto - detikNews
Rabu, 10 Nov 2021 15:50 WIB

Sementara itu, Ketua RW 01, Robby Boeroenday, menambahkan sejak tahun 2014 warga Kampung Tulung telah mengusulkan tiga hal kepada Pemkot Magelang. Adapun usulan itu, pertama nama Jalan Kusuma Bangsa, kedua status kampung sejarah, dan ketiga dijadikan cagar budaya.

"Kedua, status kampung sejarah sudah ditetapkan dengan SK, namun yang ketiga ini belum disetujui. Jadi sampai saat ini, cagar budaya ini belum ada SK dan masih mengambang," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, Sugeng Priyadi, mengatakan usulan sebagai cagar budaya pertama telah diusulkan masyarakat. Untuk penetapan sebagai cagar budaya harus melalui kajian tim ahli cagar budaya baik dari sisi kawasan maupun bangunan.

"Tim ahli cagar budaya sebenarnya sudah melakukan kajian terhadap bangunan ini, cuma ada beberapa hal terkait cagar budaya. Cagar budaya itu ada dari sisi fisik bangunan dan dari sisi kawasan," kata Sugeng.

ADVERTISEMENT

"Secara kawasan sudah jelas bahwa kawasan cagar budaya, kalau bangunan sudah jelas tadi diterangkan bahwa dulunya dari kayu, dari bambu, dari papan, kemudian direhab menjadi tembok. Artinya secara bangunan ada perubahan ketika terjadi perubahan itu maka status sebagai cagar budaya dari sisi bangunan menjadi tanda tanya. Itulah yang sampai sekarang menjadi kendala, kenapa ini bangunan belum ditetapkan sebagai cagar budaya," jelasnya.

"Nah ini masih dalam proses nanti ada uji publik, ada komunikasi dengan publik, kalau dari analisis tim ahli sendiri ada mengatakan bahwa ini memang kawasan, kawasan bersejarah, tapi untuk mengatakan ini cagar budaya secara persyaratan tadi ada kendala ada semacam itu," imbuhnya.

Penghuni rumah, Dofian Widarso, mengatakan rumah yang menjadi dapur umum dan markas BKR ini dulunya dari bangunan berupa papan dan bambu, kemudian sekitar tahun 1996 atau 1998 dilakukan renovasi. Kemudian, rumah ini statusnya sudah dijual namun belum dilunasi semuanya.

"Nek urung tak lunasi dienggo sik (Kalau belum dilunasi dipakai dulu). Istri meninggal 2018 (sakit kanker), dari papan sama gedhek (bambu), tapi kulitan, terus renovasi sekitar 1996 atau 1998," kata dia.

Menurutnya, ada juga kursi rotan yang dulunya merupakan peninggalan, namun sudah diganti spon. Kemudian, ada dipan (tempat tidur) yang ada bekas tembakan.

"Ada kursi rotan, dulu diduduki Pak Karno sama Pak Yani, rusak saya jadikan spon. Dipan, ada bekas tembakan Jepang," pungkasnya.


(rih/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads