Udhik-udhik ini mengawali tradisi Miyos Gangsa atau dikeluarkannya dua gamelan pusaka milik Keraton Yogyakarta. Mengawali Miyos Gangsa, keluarga Keraton melakukan tradisi udhik-udhik yakni menyebar uang logam.
Adik Sultan yang ikut dalam tradisi udhik-udhik saat itu di antaranya GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, GBPH Cakraningrat. Kemudian putri-putri Sultan yakni GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Hayu dan GKR Bendara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerabat Keraton menyebarkan uang logam kepada warga yang langsung menyambutnya dengan menengadahkan tangan. Sejumlah warga yang berebut nampak ada yang terinjak demi bisa mendapatkan uang logam tersebut. Dalam tradisi udhik-udhik ini, uang logam yang disebar bercampur dengan beras kuning dan bunga setaman.
Tradisi udhik-udhik merupakan simbol sedekah raja kepada rakyatnya. Ribuan warga yang sudah menunggu sejak sore hari langsung berebut saat keluarga Keraton Yogya keluar dan menyebarkan uang recehan.
Namun, Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dardias Kurniadi mengungkap adik Sultan sudah tak terlibat dalam udhik-udhik Keraton Yogya.
Saat dihubungi untuk dimintai pendapatnya soal GBPH Prabukusumo dan GBPH Yudhaningrat, adik Sultan HB X dicopot dari jabatan di Keraton Yogyakarta, Bayu sempat menyinggung adik Sultan tak lagi terlibat udhik-udhik.
"Karena itu saya tidak kaget, misal saat nyebar udhik-udhik itu saya lihat 3 tahun yang lalu, biasanya kan yang nyebar omnya (pamannya)," kata Bayu saat dihubungi wartawan, Rabu (20/1).
"Waktu omnya masih pegang udhik-udhik itu, menurut cerita Gusti Prabu (Prabukusumo), diambil alih oleh putri-putri Sultan kemudian disebarkan oleh Sri Sultan sehingga omnya mundur. Sejak saat itu om-omnya sudah tidak terlibat lagi di dalam urusan Keraton," imbuhnya.
(rih/mbr)