Tradisi udhik-udhik ini dilakukan di Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta. Tradisi udhik-udhik merupakan simbol sedekah raja kepada rakyatnya. Ribuan warga yang sudah menunggu sejak sore langsung berebut saat keluarga keraton keluar dan menyebarkan uang recehan, Senin (5/12/2016) malam.
Keluarga keraton yang ikut dalam tradisi udhik-udhik di antaranya GBPH Prabukusumo, GBPH Yudhaningrat, GBPH Cakraningrat. Kemudian putri-putri ndalem yakni GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Hayu dan GKR Bendoro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wagiyem (65), beruntung bisa memperoleh 4 keping uang logam Rp 500. Ia mengaku harus terinjak oleh warga lainya untuk mendapatkan uang tersebut. Baginya uang dari keraton ini sangat berharga.
"Uangnya disimpen tidak untuk beli. Ini paringan ndalem (ini pemberian Raja). Biar ayem tentrem," kata Wagiyem di Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta.
Setelah diawali dengan tradisi udhik-udhik, kemudian dilanjutkan dengan Miyos Gongso. Tradisi Miyos Gongso merupakan rangkaian perayaan Sekaten yang ditandai dengan dikeluarkannya 2 (dua) gamelan pusaka milik keraton untuk dibawa ke masjid Gede Kauman Yogyakarta.
Abdi dalem krido mardowo keraton Yogyakarta KRT Waseso Winoto mengatakan kedua gamelan pusaka yang dibawa ke masjid Gede yakni Gamelan Kyai Guntur Madu dan Gamelan Kyai Nogowilogo. Gamelan yang telah berusia ratusan tahun sejak zaman Sultan Agung dan Sri Sultan HB I ini ditabuh oleh para abdi dalem selama satu minggu hingga pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW. (dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini