Desakan agar Pilkada 2020 ditunda pelaksanaannya karena situasi Pandemi virus Corona atau COVID-19 semakin banyak diserukan. Peluang untuk Pilkada diundur memang ada jika sampai saat ini proses masih berjalan.
"Dalam UU No 6 yang menetapkan Perpu No 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan memang dibuka ruang penundaan Pilkada dalam hal terjadi bencana alam dan non-alam dan sebagainya yang menghambat tahapan," kata Ketua Bawaslu Jateng, Fajar Saka saat menjawab pertanyaan tentang usulan penundaan pilkada di acara Ngobrol Bareng Bawaslu (Ngobras) yang digelar secara online, Senin (21/9/2020).
Baca juga: PP Muhammadiyah: Tunda Pilkada! |
Namun Fajar menjelaskan sampai saat ini tahapan Pilkada masih berjalan dengan penyesuaian. Sehingga hingga saat belum ada opsi untuk dilakukan penundaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita saksikan ini tahapan masih jalan dengan penyesuaian dan pengendalian. Kalau apakah ditunda tidak, tahapan masih jalan, berati belum ada opsi penundaan. Kalau bicara norma masih ada kemungkinan penundaan. Jadi norma mengatur penundaan kalau mengganggu tahapan, tapi ini masih berjalan," jelasnya.
Menurutnya, kekhawatiran terkait adanya klaster Pilkada memang wajar tapi saat ini pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan antisipasi penyebaran COVID-19. Menurutnya, masyarakat juga harus memperhatikan kegiatan lain sehingga jika memang Pilkada 2020 ditunda tapi perilaku masyarakat masih banyak yang tidak disiplin protokol kesehatan maka akan sama saja.
"Pilkada memang ada potensi (ditunda), tapi bukan satu-satunya kalau Pilkada ditunda pandemi berhenti, belum tentu. Oke, Pilkada kita atur ketat. Rapat umum hanya 100 orang, sebagian besar daring, Pilkada aman, tapi nongkrongnya jalan terus. Satu sisi kendalikan, satu sisi bebas," ujarnya.
"Selain bicara tegakkan protokol COVID dalam Pilkada, kita semua punya peran protokol kesehatan ini di mana saja berlaku. Kita sama-sama prihatin," lanjut Fajar.
Untuk diketahui, usulan penundaan Pilkada banyak disuarakan termasuk PBNU, PP MUhammadiyah, Komnas HAM, hingga mantan wakil presiden Jusuf Kalla. Permintaan penundaan itu karena kondisi pandemi COVID-19.