Teara menjelaskan, di rumahnya sinyal internet jelek, kemudian di lokasi tersebut sinyal relatif kuat untuk mengakses kuliah daring. Untuk lokasi yang ia pilih ini berada di pinggir jalan dari arah Pasar Jagalan, Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menuju ke arah Gunung Gondopuro Wangi, Kecamatan Borobudur.
Teara menyebutkan, selama berada di lokasi tersebut tidak ada yang mengganggunya. Hanya saja saat mengerjakan tugas, terkadang ada orang yang menyapa pas mengerjakan soal sehingga mengganggu konsentrasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak ada. Kalau misalnya lagi ujian, ada yang lewat pada kenal menyapa. Kalau tidak balik menyapa, tidak enak. Padahal lagi ujian, jadi mengganggu konsentrasi," ujarnya.
Sekalipun pernah disarankan saudaranya agar mencari lokasi lain, tapi Teara tetap di lokasi tersebut. Bahkan, terkadang malam hari ia harus ke lokasi ini untuk mengirim tugas. Untuk jarak dari rumahnya menuju lokasi sekitar 1 km.
"Malam cuma mengirim tugas. Di sini. Suasana gelap. Pas malam naik motor, di atas motor. Lampu dihidupkan dan ditemani adik. Kalau tidak adik dan simbah. Tiap mengirim tugas memang harus ke sini," katanya.
![]() |
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang Suliswiyadi mengaku bangga dengan semangat belajar mahasiswinya itu.
"Jadi terkait dengan kondisi mahasiswa belajar di pinggir jalan yang menjadi viral. Sesungguhnya universitas merasa senang karena mahasiswa kita dengan keterbatasan infrastruktur wilayah itu masih semangat untuk belajar dan mencari ruang untuk ada sinyal yang terkoneksi," kata Suliswiyadi kepada wartawan di Magelang, Selasa (21/7).
Suliswiyadi menyebut fakta mahasiswinya belajar di pinggir jalan menjadi salah satu kegelisahan di dunia pendidikan. Sebab tuntutan kuliah daring tidak dibarengi dengan pembangunan jaringan infrastruktur yang merata.
"Memang ini sangat mengundang keingintahuan dan mengundang kegelisahan kita di dunia akademik karena support infrastruktur di berbagai wilayah ternyata juga tidak support," ujarnya.
"Ini memang pemerintah wilayah setempat baik kecamatan maupun desa ini harus kita ajak untuk berkoordinasi untuk mencari solusi," sambungnya.
Suliswiyadi berharap perguruan tinggi bisa menjadi salah satu support bagi pembangunan smart village. Sehingga program belajar daring bisa diakses oleh semua kalangan tanpa terbatas oleh susah sinyal.
(rih/sip)