"Sehingga unsur kesengajaan itu seharusnya terpenuhi dan itu kejanggalan dari dakwaan ini," kata Zaenur.
Kejanggalan kedua, kata Zaenur, adalah di mana JPU menyebut perkara tersebut adalah kualifikasi penganiayaan biasa, ketika JPU menggunakan Pasal 353 ayat 2 KUHP sebagai dasar dakwaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya itu keliru, seharusnya JPU itu mengarahkan kepada pasal penganiayaan berat sesuai dengan pasal 355 ayat 1 KUHP. Kenapa? Karena sudah direncanakan adanya kesengajaan dan di situ mengakibat luka berat, luka permanen," ujarnya.
Lebih lanjut, untuk kejanggalan ketiga adalah selama persidangan JPU masih banyak mempertimbangkan keterangan terdakwa daripada alat bukti yang lain.
"Saya kira ini kejanggalan yang sangat serius, JPU mengabaikan alat bukti dalam bentuk barang bukti air keras, rekaman CCTV dan saksi-saksi yang sebelumnya sudah diperiksa tim pencari fakta maupun Komnas HAM," ucapnya.
Sedangkan kejanggalan keempat adalah dalam tuntutan terdapat disparitas dengan tuntutan-tuntutan perkara-perkara penganiayaan berat lain. Mengingat tuntutan untuk perkara ini adalah salah satu tuntutan yang paling ringan diantara kasus penganiayaan berat yang lain.
"Bahkan (tuntutan) satu tahun ini bisa dikatakan akan menimbulkan disparitas dan pada akhirnya bisa mencederai keadilan," ujarnya.