Realita Setelah Lulus, Kehidupan Tak Mesti Berjalan Mulus

Kanca Milenial

Realita Setelah Lulus, Kehidupan Tak Mesti Berjalan Mulus

Larastining Retno Wulandari - detikNews
Selasa, 18 Feb 2020 11:02 WIB
Alumni UPN Veteran Yogyakarta, Trisna Eka Rini (23), Yogyakarta, Senin (17/2/2020).
Foto: Alumni UPN Veteran Yogyakarta, (dari kiri) Fatimah, Eva, dan Trisna. (Larastining Retno Wulandari/detikcom)
Yogyakarta -

Seorang gadis berkerudung datang agak tergesa. Dia duduk dan langsung meminta maaf karena terlambat datang dari waktu yang telah kami sepakati.

"Maaf, tadi habis tes online. Jadinya telat," ujar gadis bernama Trisna Eka Rini (23) itu memulai perbincangan dengan detikcom, Selasa (18/2/2020).

Rupanya alumni Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Yogyakarta itu baru saja menjalani tes online rekrutmen untuk salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perempuan yang akrab dipanggil Trisna ini baru saja merayakan wisudanya pada bulan lalu. Alumni program studi Ilmu Komunikasi ini mengaku, selama satu bulan pascawisuda, ia menghabiskan waktu dengan menjalankan hobinya.

"Selama satu bulan, aku mengaktifkan Tumblr-ku lagi dan mulai belajar bahasa Korea. Isi Tumblr-ku sebagian besar adalah hasil karya gambarku," cerita Trisna.

ADVERTISEMENT

Meski ia memiliki kemampuan menggambar, ternyata ia tidak berniat memiliki karier berdasarkan keahliannya itu. Alasannya, ia masih merasa belum percaya diri.

"Aku belum percaya diri. Aku masih belum punya ciri khas gambarku," aku Trisna.

Ketika ditanyai tentang kelanjutan aktivitas setelah wisuda, perempuan berkacamata ini memang fokus mencari pekerjaan tetap. Hal itulah yang membuatnya menjalani tes daring yang diadakan salah satu BUMN tersebut.

"Ketika melanjutkan kehidupan setelah wisuda, aku memang ingin mencari pekerjaan tetap," tegasnya.

Trisna mengaku, ketika ia memilih pekerjaannya, ia mendapatkan pengaruh besar dari keluarganya. Ia merasa, ia perlu mengambil pekerjaan yang dari ranah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau BUMN.

"Keluargaku sebagian besar datang dari PNS atau BUMN. Makanya, secara langsung atau tidak, aku seolah-olah 'terpatri' untuk mendapatkan pekerjaan dari dua ranah tersebut," tutur mahasiswi konsentrasi periklanan ini.

Untuk masalah karier, Trisna mengaku, ia baru menjalani satu tes dari perusahaan. Meski begitu, ia tetap mendatangi job fair.

"Aku memang datang job fair, tetapi hanya melihat perusahaannya saja. Untuk tes, aku memang fokus ke satu ini dulu," jelas Trisna.

Selama satu bulan ini, Trisna mengaku, ayahnya kerap mengimbaunya untuk segera mendapatkan pekerjaan tetap. Tentu, ia merasa terbebani. Namun, ibunya tetap mendukung Trisna untuk tidak usah terlalu terburu-buru.

Tak lama setelah Trisna berbincang dengan detikcom, Eva Widi Ardiyanti (23) pun tiba bersama Nur Fatimah Amin (22). Mereka juga merupakan wisudawati UPN Veteran Yogyakarta yang lulus berbarengan dengan Trisna.

Ketika ditanyai masa transisinya setelah wisuda, Eva mengaku, ia baru saja diterima di perusahaan belanja daring. Ia akan menjalani pelatihan dari perusahaan, Rabu (19/2) nanti.

"Iya, aku baru diterima di perusahaan belanja daring. Aku ditempatkan di bagian live chatting," jelas Eva.

Awalnya, ia juga menjalani serangkaian tes dari BUMN. Bahkan, ia mendaftar empat hari sebelum wisudanya. Namun, nasib berkata lain. Ia tidak diterima setelah mengikuti seleksi daringnya.

Rupanya, Eva sudah memiliki pekerjaan sejak sebelum lulus. Ia pun bekerja di toko bunga sebagai perangkai buket. Namun, ia pun memutuskan untuk keluar pada Februari 2020.

"Tujuannya, agar aku bisa fokus mencari pekerjaan tetap," aku Eva.

Memang, Eva tidak sepenuhnya menganggur saat sebulan setelah wisuda. Namun, serupa seperti Trisna, ia juga mendapatkan anjuran yang terus-menerus dari keluarganya agar segera mendaftar PNS.

"Waktu itu, pas lowongan CPNS bisa diakses, aku masih berkutat pada skripsi. Aku masih ingin fokus. Tetapi, Ayah dan Bunda tetap cenderung memaksa. Jadi, untuk menenangkan mereka, aku hanya mengiyakan," ujar Eva.

Eva mengaku, setelah lulus, ia juga kerap mendengar selentingan omongan yang tidak begitu mengenakkan baginya. Namun, ia tidak begitu ambil pusing.

"Biasanya, orang-orang bilang kenapa aku masih di rumah pagi-pagi. Padahal, waktu itu, pas sore, aku kerja di toko bunga. Biar cepat, aku bilang saja 'iya' saja," aku Eva.

Eva merasa, meski ia sudah memiliki pengalaman kerja, ia masih kerap bertanya-tanya akan perkembangan dirinya. Ia merasa, dirinya tidak ada progres yang berarti dibandingkan teman-teman di sekitarnya.

"Aku sering lihat perkembangan orang lain. Mereka sudah lebih maju, sementara aku di sini masih belum punya hasil apa-apa," terangnya.

Eva juga mengaku, dari situ, ia mencoba memahami diri saat transisi pascawisuda. Hal ini sejalan dengan pemikiran Fatimah. Ia mengaku, waktu setelah wisuda merupakan waktu yang tepat untuk mengenali diri.

"Ini waktu yang bagus untuk mengenali diri sendiri. Lalu, ini juga bisa dijadikan kesempatan untuk berdamai dengan diri sendiri," aku Fatimah.

Serupa dengan Eva, Fatimah juga sebenarnya tidak mengalami masa tidak memiliki pekerjaan atau menganggur setelah wisuda. Ia mempunyai bisnis baju daster yang dijalankan dengan temannya. Tidak hanya itu, ia juga bekerja di bagian pemasaran di satu bimbingan belajar (bimbel).

"Awalnya, aku jadi guru privat anak SD. Lalu, aku bertemu teman-teman yang berprofesi sama. Akhirnya, kami pun mendirikan bimbel," terang Fatimah.

Selama bisnis daster, ia tidak begitu mengambil pusing pada keuntungan. Baginya, sebelum mendapatkan pekerjaan tetap, bisnis membantunya untuk belajar hal-hal baru. Nantinya, akan menjadi bekal di kemudian hari.

"Setiap hari, aku mendapatkan hal-hal baru saat belajar bisnis daster ini. Misal, aku belajar memasarkan produk. Ini membuat aku bertahan dengan bisnis ini. Ada rasa penasaran dari pelajaran baru yang didapat," jelas Fatimah.

Meski ia menjalankan usaha daster dengan senang, ia ternyata menyangsikan pekerjaanya di bimbel. Sebab, beberapa pendirinya ternyata sudah memiliki pekerjaan tetap.

"Awalnya, ini didirikan lima orang, termasuk aku. Empat di antaranya sudah mendapatkan pekerjaan tetap. Bahkan, satu di antaranya hengkang. Aku pikir, ini membuat bisnis seolah-olah hidup segan, mati tak mau," aku Fatimah.

Fatimah menceritakan, selama satu bulan ini, ia ingin memanfaatkan waktu untuk mencari pekerjaan tetap sembari berbisnis. Ia kini juga sudah menjalankan dua usaha.

"Ketika beberapa anggota keluarga tahu aku belum punya pekerjaan tetap, mereka bahkan bilang ke omku untuk dicarikan kerja. Seolah-olah, mereka tidak percaya dengan bisnis dan kemampuanku. Sampai-sampai, aku seolah-olah harus dibantu mencari pekerjaan lewat omku," ujarnya dengan nada kesal.

Di akhir percakapan, ketiganya pun sepakat, waktu satu bulan pascawisuda ini bisa digunakan untuk fokus pada diri sendiri. Tak hanya itu, waktu pun juga digunakan untuk merefleksikan diri sendiri sebelum menghadapi dunia pekerjaan tetap.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads