Memang, Eva tidak sepenuhnya menganggur saat sebulan setelah wisuda. Namun, serupa seperti Trisna, ia juga mendapatkan anjuran yang terus-menerus dari keluarganya agar segera mendaftar PNS.
"Waktu itu, pas lowongan CPNS bisa diakses, aku masih berkutat pada skripsi. Aku masih ingin fokus. Tetapi, Ayah dan Bunda tetap cenderung memaksa. Jadi, untuk menenangkan mereka, aku hanya mengiyakan," ujar Eva.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eva mengaku, setelah lulus, ia juga kerap mendengar selentingan omongan yang tidak begitu mengenakkan baginya. Namun, ia tidak begitu ambil pusing.
"Biasanya, orang-orang bilang kenapa aku masih di rumah pagi-pagi. Padahal, waktu itu, pas sore, aku kerja di toko bunga. Biar cepat, aku bilang saja 'iya' saja," aku Eva.
Eva merasa, meski ia sudah memiliki pengalaman kerja, ia masih kerap bertanya-tanya akan perkembangan dirinya. Ia merasa, dirinya tidak ada progres yang berarti dibandingkan teman-teman di sekitarnya.
"Aku sering lihat perkembangan orang lain. Mereka sudah lebih maju, sementara aku di sini masih belum punya hasil apa-apa," terangnya.
Eva juga mengaku, dari situ, ia mencoba memahami diri saat transisi pascawisuda. Hal ini sejalan dengan pemikiran Fatimah. Ia mengaku, waktu setelah wisuda merupakan waktu yang tepat untuk mengenali diri.
"Ini waktu yang bagus untuk mengenali diri sendiri. Lalu, ini juga bisa dijadikan kesempatan untuk berdamai dengan diri sendiri," aku Fatimah.
Serupa dengan Eva, Fatimah juga sebenarnya tidak mengalami masa tidak memiliki pekerjaan atau menganggur setelah wisuda. Ia mempunyai bisnis baju daster yang dijalankan dengan temannya. Tidak hanya itu, ia juga bekerja di bagian pemasaran di satu bimbingan belajar (bimbel).
"Awalnya, aku jadi guru privat anak SD. Lalu, aku bertemu teman-teman yang berprofesi sama. Akhirnya, kami pun mendirikan bimbel," terang Fatimah.
Selama bisnis daster, ia tidak begitu mengambil pusing pada keuntungan. Baginya, sebelum mendapatkan pekerjaan tetap, bisnis membantunya untuk belajar hal-hal baru. Nantinya, akan menjadi bekal di kemudian hari.
"Setiap hari, aku mendapatkan hal-hal baru saat belajar bisnis daster ini. Misal, aku belajar memasarkan produk. Ini membuat aku bertahan dengan bisnis ini. Ada rasa penasaran dari pelajaran baru yang didapat," jelas Fatimah.
Meski ia menjalankan usaha daster dengan senang, ia ternyata menyangsikan pekerjaanya di bimbel. Sebab, beberapa pendirinya ternyata sudah memiliki pekerjaan tetap.
"Awalnya, ini didirikan lima orang, termasuk aku. Empat di antaranya sudah mendapatkan pekerjaan tetap. Bahkan, satu di antaranya hengkang. Aku pikir, ini membuat bisnis seolah-olah hidup segan, mati tak mau," aku Fatimah.
Fatimah menceritakan, selama satu bulan ini, ia ingin memanfaatkan waktu untuk mencari pekerjaan tetap sembari berbisnis. Ia kini juga sudah menjalankan dua usaha.
"Ketika beberapa anggota keluarga tahu aku belum punya pekerjaan tetap, mereka bahkan bilang ke omku untuk dicarikan kerja. Seolah-olah, mereka tidak percaya dengan bisnis dan kemampuanku. Sampai-sampai, aku seolah-olah harus dibantu mencari pekerjaan lewat omku," ujarnya dengan nada kesal.
Di akhir percakapan, ketiganya pun sepakat, waktu satu bulan pascawisuda ini bisa digunakan untuk fokus pada diri sendiri. Tak hanya itu, waktu pun juga digunakan untuk merefleksikan diri sendiri sebelum menghadapi dunia pekerjaan tetap.
(sip/sip)