Kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan harga minyak goreng kemasan sebesar Rp 14 ribu per liter, dikeluhkan para pedagang minyak goreng skala kecil di Kabupaten Bandung Barat.
Menurut para pedagang, penetapan satu harga itu dianggap tidak adil karena hanya menguntungkan toko skala besar. Imbasnya harga eceran minyak goreng di pasar tradisional tetap mahal.
"Kami beli dari distributor tetap dengan harga Rp 19.500 per liter, sedangkan yang 14 ribu itu yang disuplai langsung. Ini sama saja mematikan pedagang kecil," kata Ade, pedagang minyak goreng di Pasar Curug Agung, Padalarang, Senin (24/1/2022).
Para pedagang minyak goreng skala eceran seperti Ade kini harus menghadapi permasalahan lain, yakni mulai hilangnya pelanggan. Pelanggan Ade beralih berburu minyak goreng ke toko modern ataupun supermarket karena harga minyak yang dijual lebih murah.
"Kalau saya kan jualnya tetap Rp 20 ribu per liter, soalnya dari distributor saja harga masih Rp 19.500. Akhirnya pelanggan juga merosot," tutur Ade.
Ia menjelaskan kebijakan pemerintah menerapkan satu harga minyak goreng kemasan dengan cara menggandeng toko modern hanya memberi keuntungan bagi pihak yang memiliki modal besar.
"Kebijakan ini kan yang diuntungkan toko modern, karena yang bisa jual minyak murah cuma mereka. Kami kan modalnya kecil, pelanggan tentu cari yang lebih murah," kata Ade.
Ia berharap pemerintah melakukan pemerataan distribusi minyak satu harga. Artinya pedagang yang dilibatkan tak cuma toko modern tapi juga pedagang kecil macam ia dan pedagang di pasar tradisional lainnya.
"Kalau mau distribusi ya yang rata, jadi jangan cuma di toko modern saja biar semuanya kebagian untung, kan pembeli juga jadi banyak pilihan," ujar Ade.
(yum/bbn)