Kuasa hukum warga Jalan Anyer Dalam, Tarid Febriana mengatakan, warga tak sempat menyiapkan tempat tinggal baru pasca penggusuran 25 rumah yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI). Penggusuran yang dilakukan secara mendadak membuat warga tidak sempat menyelamatkan harta bendanya.
"Apalagi menyiapkan tempat tinggal baru. Proses pembongkaran terus berlanjut hingga 25 rumah rata dengan tanah. Padahal, pada pagi harinya, pihak penggusur mengatakan bahwa hanya akan menggusur 12 rumah yang sudah setuju," ujar Tarid dalam keterangan yang diterima detikcom, Sabtu (20/11/2021).
Tarid mengatakan, penggusuran juga diwarnai tindak kekerasan yang mengakibatkan satu warga mengalami pendarahan di kepala. "Selain itu, anak-anak mengalami trauma dan lansia mengalami penurunan kondisi kesehatan. Hal ini diperparah dengan tidak adanya bantuan dari pihak pemerintah maupun PT KAI sendiri," ujar Tarid.
Saat ini, menurut Tarid, warga terpaksa menempati tenda-tenda darurat dengan kondisi seadanya. Di luar itu, Tarid menyayangkan penggusuran yang dilakukan oleh KAI di tengah ketidakjelasan status kepemilikan lahan. Warga pun hanya diberi uang ganti bongkar sebesar Rp 250 ribu.
"Tidak ada bukti yang mencukupi terkait klaim penguasaan tanah oleh PT KAI. Sebab PT KAI tidak bisa menunjukkan bukti perpanjangan/pembaruan Hak Pakai yang maksimal berlaku hingga tahun 2018 lalu. PT KAI juga tidak bisa menunjukkan batas-batas area yang tercakup dalam Hak Pakai tersebut," kata Tarid.
Kemudian, ia menyebut tidak ada musyawarah untuk menetapkan nilai dan bentuk ganti kerugian. Padahal menurutnya, warga berhak untuk dilibatkan dalam pembahasan bentuk ganti kerugian.
"Selain itu, warga juga berhak mengajukan keberatan terhadap nilai dan/atau bentuk ganti kerugian. Namun, penggusuran sudah dilakukan terlebih dahulu oleh PT KAI, bahkan di tengah proses gugatan yang masih berjalan di pengadilan," katanya.
(yum/bbn)