Eksploitasi Air Tanah Tak Terkendali, Cimahi Dibayangi Potensi Kekeringan

Whisnu Pradana - detikNews
Senin, 09 Agu 2021 15:18 WIB
ilustrasi (Foto: Getty Images)
Cimahi -

Kota Cimahi menghadapi potensi krisis air berkepanjangan pada tahun 2050 nanti. Penyebabnya yakni eksploitasi air tanah dalam terutama di bagian selatan Kota Cimahi yang kian tak terkendali.

Menurut Kepala Laboratorium Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas, industri berperan besar dalam krisis air tanah dalam yang terus menerus dalam beberapa tahun belakangan.

"Penting dicatat, dampaknya itu krisis air tanah. Ketika kita enggak sadar eksploitasi terus, tiba-tiba habis air tanahnya, potensinya kekeringan bisa terjadi di 2050. Itu yang mesti dikhawatirkan," ungkap Heri saat dihubungi detikcom, Senin (9/8/2021).

Heri menjelaskan bagaimana krisis air tanah, khususnya di Cimahi terjadi. Ketika confined aquifer atau akuifer tertekan yang dikenal juga air tanah dalam dieksploitasi habis-habisan salah satunya oleh industri, proses pengisian airnya lebih lama ketimbang air dangkal yang digunakan oleh rumah tangga.

"Pengisian lagi air tanah dalam di Cimahi itu ada di Cimahi Utara, namanya peresapan di dalam tanah atau perkolasi. Proses pengisiannya ini yang lama, bisa puluhan bahkan seratus tahun. Sedangkan dieksploitasinya cepat. Artinya lapisan akuifer ini keburu kosong, nah itulah yg menjadikan Cimahi ini krisis air tanah atau bahkan air bersih," ujar Heri.

"Berbeda dengan unconfined aquifer atau akuifer bebas yang dikenal juga air tanah dangkal. Kalau ambil dangkal airnya bisa terisi lagi dari air hujan dan peresapan. Jadi dia terisi kembalinya cepat. Tapi kalau air tanah dalam lama, karena ada penutup namanya akuitar," kata Heri menambahkan.

Heri mengatakan potensi krisis air di Cimahi saat ini sudah terjadi. Indikasinya yakni pengeboran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk mendapatkan air bersih saat ini harus semakin dalam.

"Nah di Cimahi dan di cekungan Bandung itu orang sudah ngebor air lebih dalam lagi. Artinya yang layer bagian atas sudah rusak dan habis istilahnya. Di cimahi memang sudah begitu," sebut Heri.

Menurut Heri upaya mengatasi kekeringan di Cimahi dan cekungan Bandung secara umum, menjadi tanggungjawab bersama, meskipun porsinya lebih besar menjadi milik pemerintah daerah.

"Urusan air ini jadi kewajiban pemerintah. Ketika masyarakat harus bagaimana, masyarakat berusaha sebisa mungkin menghemat air saja. Bisa saja melakukan water recycling, tapi kalau mampu kan butuh biaya. Mau water harvesting atau air hujan ditampung, kan butuh bak dan ruang. Rumah sekarang sudah sempit. Jadi boro-boro bisa harvesting," tegas Heri.

"Nah akhirnya lebih ke kewajiban pemerintah. Dalam suatu sistem yang besar proses engineering, bola panasnya ada di mereka," imbuh Heri.




(mud/mud)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork