73 persen sebaran longsor di Indonesia terjadi di Pulau Jawa sepanjang 2020. Badan Geologi mencatat, gerakan tanah dari Januari - Desember 2020 terjadi sebanyak 2.099, yang mengakibatkan 304 orang meninggal dunia, 7.226 orang mengungsi dan 6.310 rumah rusak.
Terdapat enam lokasi yang paling parah atau terdampak paling banyak berada di Jawa Barat yang meliputi Bogor, Garut, dan Tasikmalaya. Lalu, Jawa Tengah di Banjarnegara. Kemudian Banten di Lebak, serta Sulawesi Selatan di Kabupaten Luwu Utara.
"Menurut laporan ada 73 persen kejadian pergerakan tanah itu di Pulau Jawa, karena memang secara morfologi, lokasi terjadinya longsor ini memiliki morfologi lereng yang terjal ditambah dengan kondisi tanah yang terbuka. Dari segi litologi juga dengan kondisi alam yang tropis sehingga terjadi pelapukan yang sangat tinggi," ujar Eko dalam diskusi virtual bersama awak media, Rabu (20/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dari sisi geologi, di Pulau Jawa juga terbangun struktur sesar yang mendukung terjadinya gerakan tanah. Ia pun menyoroti tentang unsur non-geologi seperti vegetasi yang berada di area longsor.
"Dulunya tidak longsor karena hutan lebat, sekarang menjadi daerah terbuka dengan tanah yang lapuk dan morfologi (terjal), sehingga otomatis memicu pergerakan tanah yang tinggi," kata Eko.
Badan Geologi pun memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk melakukan penataan ruang yang lebih baik, untuk menghindari terjadinya potensi bencana dari pergerakan tanah ini.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani mengatakan penduduk di Pulau Jawa amatlah banyak yang dibarengi dengan masifnya pembangunan infrastruktur. Sehingga area yang tadinya tertutup, menjadi terbuka.
"Ada faktor penyebab dan faktor pemicu, salah satunya adalah aspek bahwa di daerah Jawa ini tanah vulkanik dengan pelapukan yang tinggi sehingga akan mudah longsor dan faktor pemicunya ialah hujan yang sangat lama, dia akan menambah beban dari bantuan di sana," tutur Kasbani.
Laporan Gunung Api
Sementara itu Badan Geologi juga melaporkan aktivitas gunung api di sepanjang 2020. Tercatat terjadi erupsi eksplosif pada 9 gunung api yakni di Anak Krakatau (41 kali), Dukono (215), Ibu (28.504), Kerinci (1), Merapi (11), Raung (648), Semeru (13.599), Sinabung (40), lli Lewotolok (1.110).
Sementara kejadian awan panas terjadi di tiga gunung api, yakni Sinabun (30), Merapi (1), dan Semeru (11). Untuk guguran lava terjadi di enam gunung api yakni Sinabung (4.348), Merapi (4.509), Semeru (1.360), Soputan (6.585), Karangetang (1.954) dan Ibu (1.242).
Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono mengatakan ada empat gunung ap yang masuk ke dalam lebel III (siaga) yakni Sinabung, Karangetang, Merapi dan IIi Lewotolok) Sedangkan 16 gunung api lainnya masuk ke dalam level waspada yakni Anak Krakatau, Banda Api, Bromo, Dukono, Gamalama, Gamkonora, Ibu, Kerinci, Lokon, Marapi, Rinjani, Rokatenda, Sangeang Api, Semeru, Slamet dan Soputan.
"48 gunung api lainnya masuk ke dalam level I atau normal," ucap Eko.
Untuk memaksimalkan pemantauan, dari 74 pos pemantauan yang tersebar di seluruh Indonesia, 19 pos pengamatan gunung api sudah dikembangkan. "Untuk memaksimalkan pemantauan, seperti alat dan fasilitas yang dilengkapi," kata Eko.