Sejumlah puskesmas di Kota Bandung ditutup sementara dengan alasan sterilisasi. Pantauan detikcom, jangka penutupan tiap puskesmas berbeda-beda ada yang menetapkan jangka waktu dan lainnya tidak menetapkan jangka waktu.
Sebagaimana terjadi di Puskesmas Talagabodas dan Puskesmas Arcamanik. Puskemas Talaga Bodas ditutup sejak 29 Juni hingga 4 Juli 2020 atau hampir sepekan. Sedangkan Puskesmas Arcamanik ditutup sementara tanpa ada batas waktu kapan dibuka kembali.
Hal serupa dengan Puskesmas Dago yang menutup layanannya sampai batas waktu yang tidak disebutkan. Hal tersebut disampaikan melalui akun Instagram Puskesmas Dago.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari informasi yang tercantum di laman puskemas tersebut, warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan dialihkan sementara ke UPT terdekat. Namun dengan syarat menghubungi nomor yang disediakan untuk mengakses fasilitas kesehatan tertentu seperti pelayanan ibu hamil, imunisasi dan lainnya.
Ketua Harian Tim Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan penutupan puskesmas itu tidak ada kaitannya dengan kasus tenaga kesehatan (nakes) positif COVID-19 di pusat layanan kesehatan warga tersebut. Menurutnya, penutupan karena pelaksanaan penyemprotan desinfektan secara bergilir.
"Di beberapa Puskesmas sedang dilaksanakan penyemprotan disinfektan secara bergilir. Ini jawaban Kadinkes," ujar Ema yang juga menjabat sekda Kota Bandung, Selasa (30/6).
Terkait waktu sterilisasi yang memakan waktu hingga seminggu, Ema mengatakan hal tersebut tidak masalah agar masyarakat lebih yakin, bahwa puskesmas bebas dari penyebaran COVID-19. Ia pun menyarankan agar hal tersebut terus dilaksanakan.
Tonton video 'Puskesmas di Bandung Ditutup Bergiliran untuk Disterilisasi':
Walau demikian, pernyataan itu dibantah oleh salah seorang karyawan Puskesmas yang ditutup pelayanannya karena sterilisasi virus Corona. Sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya itu mengaku kecewa dengan pernyataan Pemkot Bandung yang berdalih penutupan puskesmas itu hanya sterilisasi semata.
"Di berita bilangnya tidak ada nakes yang positif, terus bagaimana dengan teman-teman saya yang sekarang di isolasi di rumah sakit, di rumah singgah? Apa mereka enggak dihitung sebagai nakes?" ujar sumber tersebut saat dihubungi, Rabu (1/7).
Menurutnya, ada sejumlah karyawan di Puskesmas Arcamanik terkonfirmasi positif COVID-19. Sedangkan di Puskesmas Talagabodas, hampir sebagian besar terpapar Corona.
"Arcamanik semua karyawannya positif, Talagabodas yang negatifnya cuma dua. Ini kalau tidak salah sudah lama, tapi ditutupi jadi merembet," sebut sumber tersebut.
Sebelum menutup layanan, kata dia, semua karyawan Puskesmas yang sempat kontak dengan karyawan yang terpapar COVID-19, masih diminta bekerja melayani pasien. Menurutnya, hal ini bila dibiarkan malah bisa berpotensi membahayakan pasien dan karyawan di puskesmas.
Kabar Nakes Puskesmas Positif
Beredar pula informasi terkait tenaga kesehatan yang telah menjalani swab test di Kota Bandung. Jejak kabar itu menyebutkan bahwa Puskesmas Talaga Bodas dari 42 karyawannya ada 39 positif, Puskesmas Cijerah 3 orang positif, Puskesmas Arcamanik semuanya positif, PKM Babakan Sari semuanya positif.
Kemudian pada tangkapan layar itu juga disebutkan Puskesmas Cilengkrang 2 orang positif, Puskesmas Dago 1 orang positif, Puskesmas Ramdan 3 orang positif, Puskesmas Cigadung 10 orang positif, Puskesmas Citarip 5 orang positif, Puskesmas Sukarasa 14 orang positif. Lalu Puskesmad Cipadung 14 orang positif, Puskesmas Babatan 14 orang positif, Puskesmas Pasirluyu 14 orang positif, Puskesmas Ibrahim Adjie 14 orang positif, dan Puskesmas Kopo di atas 10 orang positif.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita mengatakan informasi tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, kendati begitu ia membenarkan jika ada tenaga kesehatan di PKM yang terinfeksi COVID-19 dari hasil swab test. Hasil itu didapatkan dari gencarnya tes masif yang dilaksanakan Dinkes Kota Bandung.
"Rinciannya belum terlaporkan resmi, jangan percaya dari sumber itu, belum ada hasil resmi yang ditandatangani dokter spesialis," ujar Rita saat ditemui wartawan di Balai Kota Bandung, Rabu (2/7).
Terkait penutupan sementara PKM, ujar Rita, sterilisasi dilakukan dengan alat khusus. Cara kerjanya alat tersebut akan melakukan disinfeksi, dengan syarat tak ada manusia di dalam ruangan yang disterilkan. Pengosongan gedung dilakukan demi keamanan tenaga kesehatan yang bekerja di sana.
Terkait perbedaan jangka waktu penutupan puskesmas, Rita mengatakan hal itu berdasarkan dari ruangan yang disterilisasi. Pasalnya, ada puskesmas yang memiliki dua lantai sementara alat desinfektan yang digunakan terbatas.
"Kenapa sterilisasi kan kita sedang melakukan swab ke semua tenaga kesehatan dari Juni yang lalu, nah puskesmas yang ada positif swab disterilisasi, tapi tidak semua (puskesmas) yang kita sterilisasi itu ada yang positifnya. Swab kita lakukan bergantian. Belum semua puskesmas, karena banyak banget puskesmas. Kalau rapid test sudah," tutur Rita.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jawa Barat Daud Achmad belum menerima informasi terkait nakes yang terkonfirmasi positif di sejumlah puskesmas di Kota Bandung. Namun, ia memastikan seandainya ada nakes yang terkonfirmasi positif di suatu pusat layanan kesehatan, bisa dilakukan tambal sulam oleh relawan.
"Belum tentu juga tergantung kebutuhan, mungkin kalau signifikan ini positifnya, pelayanannya kan bisa saja masih berjalan, atau kalau memungkinkan dibantu relawan," ujar Daud di Gedung Sate, Rabu (1/7).
Pasien Harus Jujur
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Barat Wawan Hermawan menyorot kejujuran pasien yang datang ke pusat layanan kesehatan. Menurutnya, penularan kepada tenaga kesehatan bisa terjadi bila pasien tidak jujur dengan kondisi tubuhnya.
"Kalau bicara rawan semua rawan. Tapi seperti kita ketahui bahwa tenaga kesehatan itu bekerja dengan menetapkan standar baik di berbagai tingkatan manapun. Walau memang kita sempat mengalami kurangnya alat pelindung diri (APD), sehingga kita (tenaga kesehatan) bekerja tidak sesuai standar," ucap Wawan saat dihubungi.
"Misal dari WHO menerapkan pakaian tiga lapis, tapi karena kita terbatas kita gunakan yang ada. Alhamdulillah kalau dari Pemprov sendiri sudah membantu dengan membagikan 34 ribu APD," ia menambahkan.
Seyogyanya, kata Wawan, perawat atau nakes telah dibekali kesiapan dan kompetensi yang diperlukan sebelum terjun menangani pasien yang mengidap penyakit menular. Termasuk mengenakan pakaian sesuai protokol kesehatan.
"Tapi kalau kita lihat di puskesmas, pasien yang tidak jujut ini yang menjadi permasalahan bagi kita, kita punya standar, kita pakai masker, tetapi ternyata pasien yang di tangan itu positif," ujar Wawan.
Baca juga: PSBB Bodebek Diperpanjang 14 Hari |
Menurutnya, profesi sebagai perawat itu mau tidak mau harus siap dalam menghadapi segala penyakit. Hal itu bertolak dari sumpah profesi yang tidak boleh menolak pasien dan harus memberikan pelayanan yang sempurna.
"Harusnya masyarakat bekerjasama dengan kita, kalau dia pernah kontak dengan orang-orang (yang positif COVID-19) harus dipastikan dia bicara, sehingga ada protokol yang kita lakukan," katanya.
"COVID-19 ini bukan aib, kami imbau agar masyarakat jujur. Karena pintu gerbang pelayanan kesehatan itu ada di perawat yang bekerja 24 jam," ucap Wawan menambahkan.
(yum/bbn)