Kisah 3 Nelayan Pangandaran yang Selamat Setelah Terombang-ambing di Laut

Kisah 3 Nelayan Pangandaran yang Selamat Setelah Terombang-ambing di Laut

Faizal Amiruddin - detikNews
Minggu, 21 Jun 2020 16:00 WIB
Nelayan di Pangandaran
Nelayan Pangandaran (Foto: Istimewa).
Pangandaran -

Peristiwa tiga nelayan Pangandaran lolos dari maut setelah lebih 48 jam terombang-ambing di tengah lautan, menyisakan cerita menarik. Mereka berhasil melawan ganasnya laut.

Ada kisah-kisah bertahan hidup atau survival yang mencengangkan dari ketiga nelayan bernama Yasim (45) dan Dede Hadna (37) keduanya warga Dusun Bojongkarekes RT/RW 02/13 Desa Babakan Kecamatan Pangandaran, serta Yaya (37) warga Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang.

Ditemui sambil menjalani perawatan di RSU Pandega Pangandaran Sabtu (21/6/2020), Yasim mengatakan mereka pergi melaut sejak Kamis 18 Juni sekitar pukul 14.00 WIB. Menjelang malam dian dan teman-temannya tiba di spot pencarian ikan lepas pantai, tak jauh dari jalur kapal tanker. Mereka langsung menebar jaring.

"Cuaca buruk dan gelap, jadi saya memutuskan untuk menarik jaring besok pagi, ketika hari terang," kata Yasim.

Mereka lalu duduk santai di atas perahu sambil menunggu pagi. "Waktu itu saya sempat melihat jam, sekitar jam 2 pagi. Berarti sudah hari Jumat," kata Dede Hadna.

Tak lama berselang, petaka terjadi. Angin menyapu perahu hingga terbang lalu mendarat dalam posisi telungkup. "Sepertinya ada angin puting beliung. Karena kalau ombak, biasanya tak sampai begitu dampaknya. Ini mah perahu langsung terbang lalu terbalik," kata Yasim.

Hal pertama yang dilakukan mereka adalah mencari rompi pelampung. Meski sempat kesulitan karena gelap dan hujan, ketiganya bisa meraih dan memakai rompi pelampung.

Setelah itu mereka mengikatkan diri satu sama lain. Itu dilakukan karena arus besar dan agar mereka tetap bersama.

"Kami hanya bisa diam sampai hari terang," kata Yasim. Mereka tengkurap memegangi perahu sambil melawan dingin yang hebat.

Setelah hari terang, mereka mendapati lantai perahu jebol, sehingga tak lagi bisa digunakan.

Yasim mulai berpikir bagaimana caranya memberi kabar kepada seseorang. "Akhirnya tangki bensin saya buang. Tas saya buang," kata Yasim. Tujuannya agar benda-benda itu ke tepian dan membawa pesan adanya kecelakaan.

Sepanjang hari Jumat (19/6/2020) cuaca di tengah laut rupanya sama dengan di wilayah daratan Pangandaran, hujan dan angin kencang tak henti sepanjang hari.

Yasim, Dede dan Yaya mulai mengalami kelaparan. "Kami hanya bisa tengadah ke langit untuk minum air hujan," kata Yasim.

Di tengah tubuh melemah, datang lagi serangan ubur-ubur. "Saat tentakelnya hinggap, itu sakit sekali. Ketika dicabut daging ikut tercabut. Perih sekali," kata Dede.

Untuk menyiasatinya, mereka menaiki perahu secara bergantian. Dua orang naik, seorang tetap di air. Karena jika ketiganya naik, perahu telungkup itu tenggelam.

"Siang itu sempat ada kapal tangker lewat, lalu ada pula perahu lewat. Kami sempat berusaha mencuri perhatian, tapi mereka seperti tak melihat," kata Yasim.

Memasuki Jumat malam, mereka semakin lemas. Rasa putus asa mulai menghinggapi. Air mata ketiganya larut bersama air laut. Doa-doa terus dipanjatkan.

Dede Hadna dan Yaya mulai nyaris pingsan akibat rasa lelah tak tertahankan. Terang saja, mereka tak makan minum dan tak tidur. Tubuh mereka pun terus berada di air.

"Saya terus menyemangati mereka. Pokoknya jangan sampai berpikir akan mati, yakin kita masih diberi umur," kata Yasim.

Untuk mengusir rasa dingin di malam hari, mereka bertiga lebih memilih merendam diri di air. "Justru kalau di permukaan lebih dingin. Kalau malam itu, lebih hangat di dalam air," kata Yasim.

Sabtu pagi, Yasim punya ide. Dia berniat menjadikan katir atau batang penyeimbang perahu menjadi sampan.

Dengan sisa-sisa tenaga, ketiganya merangkai katir. "Tak pakai alat. Cukup membuka tali saja. Lalu diikatkan menjadi seperti sampan. Saat dicoba dinaiki, ternyata cukup untuk duduk bertiga walaupun sedikit tenggelam," kata Yasim.

Masalah belum selesai, setelah meninggalkan perahu dan menaiki sampan, rupanya posisi mereka malah terseret arus ke tengah laut. Rasa putus asa kembali datang.

"Saat itu saya merasakan angin bertiup ke barat. Alhamdulillah muncul ide lagi. Kami semuanya buka rompi, lalu membentangkan dengan tangan. Sampan akhirnya bisa bergerak melawan arus. Kami sudah melihat menara suar pantai Madasari," kata Yasim.

Perlahan tapi pasti sampan mulai bergerak ke tepian, walaupun tangan mereka pegal akibat membentangkan rompi. "Kami sudah optimis. Daratan sudah terlihat. Beruntung Sabtu sore kami ditemukan tim SAR," kata Yasin.

Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata yang menyempatkan menjenguk ketiga korban ke RSUD Pangandaran mengatakan selalu ada hikmah dari sebuah peristiwa. "Hikmahnya nelayan harus selalu pakai rompi pelampung, jangan memaksakan melaut kalau cuaca buruk," kata Jeje.

Selain memberikan uang kadeudeuh Jeje juga mengatakan hendak membantu perbaikan perahu dan mesin yang rusak. "Ini bekal buat keluarga. Sudah istirahat dulu seminggu," kata Jeje.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads