Korelasi fenomena ini berbanding lurus dengan eksploitasi air tanah yang tak terkendali. Meski demikian, ia tak menapik jika faktor lainnya seperti gejala tektonik, pembangunan infrastuktur, pertumbuhan populasi dan industri berpengaruh
"Pertumbuhan penduduk di Bandung juga berpengaruh, banyak yang mengambil air tanah dalam. Kesulitan ini juga diakui PDAM dalam menyediakan air, yang paling kita soroti itu masalah eksploitasi air," katanya.
Andreas menambahkan, setiap tanah ambles satu meter akan berdampak terhadap penurunan air tanah dalam sedalam 20 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penurunan tanah ini ada yang 3 meter, 4 meter dikalikan minus 20 meter. Kalau empat meter saja jadi minus 80 meter. Indikatornya, sudah 45 meter saja, kategori air tanahnya sudah krisis, di Bandung sudah ada yang 50-80 meter," katanya.
Artinya, kata Andreas, ada indikasi Bandung akan mengalami krisis air tanah dan krisis air bersih. "Kita proyeksikan 30 tahun lagi kita bisa kekurangan air kalau tidak melakukan aksi dari sekarang. Pertimbangkan warisan apa untuk anak cucu kita," katanya.
Ia berharap pemerintah bisa bergerak cepat dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai lapisan tanah di Bandung. "Agar lebih komprehensif dan sinergi dengan akademisi geodesi," katanya.
Ia pun meminta agar warga juga bisa memanen air dengan teknologi water harvesting, daur ulang air atau dengan biopori. "Dengan biopori bisa, tapi kurang efektif, karena yang harus diisi ulang itu air tanah dalam, harus diinjeksi. Memang biayanya agak mahal," katanya.
Horor Tanah Bergerak di Tasikmalaya, 146 Rumah Rusak:
(tro/tro)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini