Ilustrasi: Edi Wahyono
Senin, 6, April 2020Setelah menjalani aktivitasnya sehari-hari, R Daud Fath Arrachman Wangsabrata merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Daud mengalami demam dan disusul batuk serta sesak nafas keesokan harinya. Awalnya ia mengira sakitnya ini biasa-biasa saja. Namun Daud mulai panik ketika rekan satu kantor temannya dinyatakan sebagai ODP alias orang dalam pemantauan COVID-19. “Wah jangan-jangan nyamber nih demamnya. Akhirnya kakak saya nelepon ke 119 dan langsung dirujuk ke puskesmas terdekat di Sawangan,” ungkap Daud.
Di puskesmas, Daud ditempatkan di sebuah ruangan untuk menangani kasus batuk dan pilek. Setelah menjelaskan gejala yang dialami Daud, sang dokter yang memeriksanya mulai panik. Dokter yang awalnya hanya memeriksa menggunakan masker medis, lantas memanggil suser untuk dibawakan sarung tangan. “Kok agak ngeri juga ya melihat persiapan mereka. Kalau saya ternyata positif COVID-19, orang di sana sangat berisiko untuk tertular,” ujar mahasiswa LP3I Depok yang miris melihat kondisi di puskesmas ini.
Setelah Daud ditetapkan menjadi Pasien Dalam Pemantauan atau PDP, dokter pun menyarankan dia untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Selain memberikan bekal obat, pihak puskesmas juga terus menerus memantau kondisi Daud melalui WhatsApp. Meski gejala demam, batuk dan sesak nafas yang dirasakan Daud berangsur menghilang, ia tetap dipanggil untuk menjalani rapid test di puskesmas khusus.
Daud diwajibkan datang ke puskesmas sendiri karena takut menularkan kepada orang lain. Parkir khusus pasien di puskesmas pun dipisah. Sebelum masuk ke ruangan, Daud diperiksa suhu tubuhnya menggunakan termometer tembak. Ia juga diwajibkan menggunakan sarung tangan dan masker, meski alat perlindungan (APD) diri untuk paramedis yang melakukan rapid tes sudah lengkap. Staf non medis yang bertugas tidak memakai APD.
“Waktu rapid test nggak cuma tenaga medis tapi juga ada beberapa aparat polisi dan tentara, mereka menjaga puskesmas itu. Nggak cuma tenaga medisnya saja yang pakai APD tapi mereka harusnya juga. Ada kemungkinan terpapar karena mereka juga berada dalam satu ruangan,” katanya.
Baca Juga : Orang Biasa Pintar Hadapi Corona
RSUD Krama Jati
Foto : Dok Yayasan Kita Anak Cerdas
Baca Juga : Dunia Berburu Vaksin Anticorona
Daud sadar banyak puskesmas dan rumah sakit yang kekurangan APD. Apalagi setelah mengalami dan melihat kondisinya langsung. Meskipun tak sampai dirujuk ke rumah sakit karena hasil rapid tes-nya menyatakan Daud negatif dari virus corona, ia berinisiasi untuk melakukan penggalangan dana membantu paramedis.
“Kebetulan saya dan teman-teman awalnya punya rencana menjalankan Yayasan Kita Anak Cerdas. Ini yayasan baru dan berencana buat aktif di kegiatan belajar mengajar untuk anak-anak yang kurang beruntung. Sementara kita alihkan ke sini dulu dan ngumpulin donasi sebisa kita,” ungkap sekretaris Yayasan Kita Anak Cerdas ini.
Setelah melakukan pengumpulan donasi melalui sosial media, pada tahap pertama terkumpul dana sebesar Rp 4.350.000. Dana ini sudah disalurkan ke RSUD Kramat Jati dalam bentuk sarung tangan dan logistik. “Kita mau kasih full set lengkap sampai masker tapi karena nyarinya susah dan dana yang terkumpul masih tahap awal banget,” ungkap Daud yang saat dihubungi masih menjalani isolasi hari ke-12 ini.
Tidak berhenti sampai di sini, Daud bersama yayasan kita anak cerdas akan melanjutkan pengumpulan donasi. “Kita masih mau kasih lagi yang full set lengkap sampai ke maskernya, termasuk penyemprotan disinfektan dan edukasi ke masyarakat, donasi kita buka sampai pandemik mulai mereda,” katanya.
APD memang menjadi kebutuhan yang paling mendesak buat para tenaga medis yang berada di garde terdepan dalam penanganan corona. Selain pemerintah, banyak masyarakat yang seperti Daud yang tergerak untuk mengumpulkan sumbangan untuk membantu pemenuhan APD. Bahkan, mereka kreatif membuat APD sendiri yang disumbangkan bagi para tenaga medis.
Baca Juga : Kisah Beratnya Tugas Perawat Pasien Corona
Bantuan APD yang disalurkan Yayasan Anak Kita Cerdas
Foto : Dok Yayasan Anak Kita Cerdas
Baca Juga : Jurus Baru Jokowi
Seperti perkumpulan warga Jambi yang menamakan diri Pejuang COVID-19 menyalurkan bantuan APD ke empat rumah sakit di Jambi. Bantuan APD itu sebagai bentuk kepedulian terhadap tenaga medis yang tengah berjuang menyembuhkan pasien yang terpapar virus COVID-19.
"Donasi itu kita kumpulkan selama 14 hari dengan terkumpul dana sebesar Rp 185 juta rupiah. Dari uang yang sudah terkumpulkan itu, kemudian kita berikan pakaian APD untuk para medis di rumah sakit. Karena kita tahu mereka adalah garda terdepan dalam melawan virus Corona ini," kata Albert selaku perwakilan dari perkumpulan warga Jambi.
Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar juga memproduksi ratusan APD untuk para tenaga medis di Sulawesi Selatan (Sulsel). APD ini akan dibagikan secara gratis agar dapat digunakan dalam penanganan virus Corona (COVID-19).
"Kami dari Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri (FTI) UMI Makassar, program studi teknik industri membuat desain ini. Hari ini sudah jadi 2 model. Satu ini modelnya seperti ini. Mudah-mudahan semakin banyak diproduksi," kata Dekan FTI UMI Zakir Zabara.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim