Cerita Ibu Tak Mampu Bayar Swab-Kehilangan Bayi yang Membuat Pilu

Round-Up

Cerita Ibu Tak Mampu Bayar Swab-Kehilangan Bayi yang Membuat Pilu

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 18 Jun 2020 07:53 WIB
Silhouette of pregnant woman
Foto: Ilustrasi ibu hamil (iStock)
Makassar -

Kisah pilu dialami oleh seorang ibu hamil di Makassar, Sulawesi Selatan. Ibu bernama Ervina Yana kehilangan bayi jelang kelahiran anak ketiganya.

Cerita Ervina ini viral di media sosial. Aktivis perempuan di Kota Makassar, Alita Karen menjabarkan kisah Ervina. Dia yang sempat mendampingi Ervina saat tengah dirawat di RS Ananda, Makassar pada Rabu (16/6/) malam.

Ketika Ervina dirawat itu, Alita menanyakan soal BPJS. Kata Erivina, kepada Alita, dia mengaku memiliki BPJS dan PBI (Penerima Bantuan Iuran). Dengan kepemilikan PBI itu, Ervina bisa mendapat penanganan di Puskesmas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang selama pemeriksaan kandungan, Ervina melakukan pemeriksaan rutin di Puskesmas Paccerakang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar. Hanya saja, ketika mengalami kontraksi, Ervina langsung ke salah satu rumah sakit.

"Ternyata menurut Ibu Ervina tiba-tiba dia konstraksi dan sakit perutnya, jadi dia ke Rumah Sakit Sentosa. Diperiksa di Sentosa, dia disarankan untuk ke RS Siti Khadijah atau ke RS Stella Maris karena Sentosa tidak punya peralatan yang lengkap, ini menurut penuturan Ibu Ervina," ujar Alita kepada detikcom, Rabu (17/6/2020).

ADVERTISEMENT

Karena Ervina dianggap harus diberi penanganan lebih lanjut, maka RS Sentosa merujuk ke rumah sakit lain. Ketika di rumah sakit, Ervina dianjurkan untuk melahirkan dengan proses operasi sesar.

"Karana Ibu Ervina juga punya riwayat diabetes melitus, ini anak ketiga, sebelumnya persalinannya juga pernah juga lewat sesar. Ini anaknya (yang dalam kandungan) cukup besar sehingga riskan sekali kalau harus persalinan biasa jadi memang harus disesar," jelasnya.

Ervina pindah rumah sakit lagi karena RS Sentosa dan RS Siti Khadijah tidak bisa melakukan proses sesar. Singkat cerita, Ervina lalu memeriksakan diri ke RS Stella Maris.

Namun, sebelum menjalani proses melahirkan, Ervina harus menjalani rapid test lebih dulu. Dan, hasilnya reaktif COVID-19. Untuk memastikan soal virus, maka Ervina diharuskan menjalani pemeriksaan swab test (PCR).

"Ini kan (RS Stella Maris) rumah sakit swasta, jadi dia harus berbayar Rp 2,4 juta. Kemudian dia keluar dari situ dan dia ke RS Ananda," tutur Alita.

Lantaran tak mampu membayar uang tes Corona, Ervina pindah rumah sakit lagi. Dia menuju ke RS Ananda. Sesampainya di sana, kandungan Ervina langsung diperiksa tim dokter.

Namun, berdasarkan hasil USG diketahui janin di dalam tubuh Ervina sudah meninggal dunia.

"Saya mendengar cerita dokter di Ananda yang menangani, kalau pada saat di USG itu janin sudah tidak bergerak. Jadi mau di-rapid dulu karena harus dioperasi dan rencana memang operasinya hari ini. Kan harusnya kemarin tapi harus dulu melalui proses rapid, makanya melewati proses rapid dan dia reaktif," imbuhnya.

Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman sampai turun tangan terkait kasus Ervina. Dia mengecek kondisi Ervina di RS Ananda Makassar. Namun Andi tidak menemui langsung Ervina karena tengah diisolasi di ruangan khusus setelah menjalani rapid test ulang dan pemeriksaan swab.

"Memang dia (Ervina), menurut hasil rapid test reaktif, makanya beberapa rumah sakit meminta untuk tes PCR lagi, karena reaktif. Karena kan harus ada penanganan dengan protap (COVID-19)," ujar Andi.

"Kalau biaya (rapid test dan swab) sebenarnya memang ada biaya dikenakan dari Ananda, tapi saya minta digratiskan karena persoalannya memang orang yang tidak mampu," paparnya.

Menurut Andi, Ervina akan dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin yang menjadi tempat rujukan penanganan pasien COVID-19. Namun tidak disebutkan apakah hasil swab Ervina menunjukkan positif COVID-19.

"Sebenarnya ini memang kejadian langka, karena pertama umur kehamilan sudah tua. Saya memang sempat bertanya kenapa bisa meninggal, kan biasanya kalau orang hamil mendekati atau memasuki HPL (hari perkiraan lahir) kan masih bisa bertahan. Tapi ini memang usia kandungan sudah maksimum, dan yang kedua memang ini harus ada persiapan perencanaan mendekati HPL, apalagi kalau melahirkannya bukan dalam kondisi normal," tuturnya.

Atas persoalan ini, RS Stella Maris angkat bicara. Pihak RS Stella membantah meminta bayaran tes swab ke Ervina.

Direktur Rumah Sakit Stella Maris, Makasar Dr Luisa Nuhuhitu mengatakan, pihaknya hanya menganjurkan Ervina dirujuk ke Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (Unhas) untuk ditangani sebagai pasien COVID-19.

"Tidak benar bahwa RS meminta pasien membayar biaya pemeriksaan PCR Rp 2,3 juta karena, jika pasien tersebut rawat inap di RS Stella Maris, maka seluruh biaya adalah jaminan Asuransi Garda Medica sampai terbukti hasil PCR positif," ujar Luisa.

Luisa menuturkan, berdasarkan petunjuk dari Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang sebelumnya memeriksa Ervina, petugasnya sudah menganjurkan Ervina dan suaminya untuk dirujuk ke RS Unhas, karena RS Stella bukan RS penyangga utama pasien COVID-19.

Jadi, ketika itu, pasien didampingi suaminya datang ke IGD RS Stella sebagai pasien umum sekitar pukul 15.30 Wita, Rabu (10/6) pekan lalu. Pasien membawa surat pengantar dari dari salah satu dokter kandungan untuk dilakukan operasi sectio (caesar) di RS Stella. Sebagai prosedur standar sebelum operasi, pasien di-screening dengan tes rapid.

Sekitar pukul 16.50 Wita diketahui hasil rapid tes reaktif. Pihak RS Stella kemudian memberitahukan hasil tes rapid ke pasien dan keluarganya untuk dirujuk ke RS Unhas. Pasien dan suaminya kemudian meninggalkan RS Stella sekitar pukul 19.00 Wita.

"Setelah diberikan penjelasan mengenai alur rujukan atau sistem rujukan terintegrasi (sisrute), pasien mengambil keputusan untuk tidak menggunakan mekanisme rujukan tersebut dan hendak pergi sendiri ke RS Unhas untuk mempercepat proses penanganan terhadap kasusnya," katanya.

"Telah disampaikan sebelumnya oleh dokter IGD, bahwa tindakan operasi tidak dapat dilakukan karena memerlukan pemeriksaan PCR, hasil pemeriksaan PCR dapat diketahui 3-4 hari, sementara operasi sudah direncanakan esok harinya, salah satu keluarga pasien bertanya tentang swab mandiri tapi tidak dianjurkan karena waktu tunggu hasil tes PCR tidak sesuai dengan rencana waktu operasi," tambah dia.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads