Jakarta -
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjatuhkan hukuman kepada dr A selama 3 bulan penjara dengan masa percobaan selama 6 bulan. Majelis tinggi menyatakan dr A terbukti melakukan kekerasan psikis terhadap orang tua sendiri.
Kuasa hukum orang tua, Albert Kuhon, saat dihubungi detikcom, Kamis (28/5/2020), menceritakan hubungan orang tua dengan dr A sebetulnya sangat harmonis. Ayah-ibunya membesarkan anaknya penuh kasih sayang hingga selesai kuliah di sebuah kampus swasta kenamaan di Ibu Kota. Bahkan sang ayah ikut mengantarkan dr A kuliah lagi untuk mengambil spesialis kedokteran di Sulawesi.
"Bapaknya yang antar anaknya tiga kali ujian saringan. Baru setelah yang ketiga berhasil diterima," kata Kuhon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat mengambil pendidikan spesialis itulah, dr A berpacaran dengan sesama dokter. Dari situ, dia menyebut sikap dr A kepada ayah dan ibunya mulai berubah. Puncaknya saat dr A berselisih paham dengan orang tuanya soal pacarnya yang akan ia nikahi.
"Belakangan, tampaknya dia lebih memilih pihak keluarga calon istri," tutur Kuhon.
Tonton juga 'Kenali Ciri-ciri Pasangan yang Berpotensi Melakukan KDRT':
[Gambas:Video 20detik]
Meski begitu, sayang orang tua tidak luluh. Ayah dan ibu dr A dengan ikhlas memberikan bantuan Rp 750 juta untuk biaya pesta perkawinan anaknya dengan kekasihnya pada 2017.
Namun, ternyata uang tersebut belum cukup untuk menggelar pesta mewah di hotel bintang lima di Senayan, Jakarta. Orang tua A meminta anaknya meminta tambahan buat menutup kekurangan biaya ke pihak perempuan. Ternyata hal itu membuat dr A marah dan nyaris memukul ayahnya. Malamnya, dr A pergi dari rumah membawa seluruh pakaian dan barang pribadinya.
Dokter A juga tidak mengundang kedua orang tuanya ke pernikahan mereka dan nama keduanya hilang di surat undangan. Tidak lama setelah pesta digelar, dr A memasang pengumuman di media massa bahwa ia memutuskan hubungan kekeluargaan dengan orang tuanya.
Akibat perbuatan anaknya itu, kedua orang tuanya mengalami trauma mendalam. Rangkaian pilu yang bertubi-tubi itu membuat kedua orang tuanya depresi dan membawa kasus ini ke kepolisian hingga bergulir ke pengadilan.
"Sebenarnya klien saya tidak pernah menginginkan anak mereka masuk penjara. Mereka hanya ingin anaknya dinyatakan bersalah dan menyadari bahwa tindakan yang dia lakukan kepada kedua orangtua kandungnya tidak bisa dibenarkan dari sisi etika maupun dari kacamata hukum," kata Kuhon.
Harapan kedua orang tuanya terkabulkan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta sependapat dengan kedua orang tua dr A dan memutuskan dr A bersalah atas segala perbuatannya kepada orang tuanya.
Berita di atas diadukan dr Adams ke Dewan Pers pada 25 Mei 2020 dan dinilai oleh Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik. Berikut tautan Hak Jawab dr Adams.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini