dr Adams Selamat Adi Kuasa memberikan hak jawab atas pemberitaan di detikcom. Berikut hak jawab dr Adams atas hasil mediasi Dewan Pers antara detikcom dengan dr Adams.
Hak jawab ini diterima detikcom pada Senin (13/7/2020). Berikut selengkapnya:
Bahwa Dewan Pers menerima pengaduan dari Saudara Adams Selamat Adi Kuasa (selanjutnya disebut Pengadu), pada tanggal 25 Mei 2020, terhadap Media Siber detikcom (selanjutnya disebut Teradu), terkait serangkaian berita berjudul:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. "Di balik Mewahnya Perkawinan Dokter: Diadili Karena Nyaris Pukul Ortu Sendiri" (diunggah Sabtu, 23 Mei 2020 pukul 17.07 WIB).
2. "Pilu Ortu Biayai Anak Jadi Dokter - Pesta Mewah Pernikahan, Dibalas Air Tuba" (diunggah Rabu, 27 Mei 2020 pukul 16.12 WIB).
3. "Dr. A Disebut Mulai Berubah Sejak Ambil Pendidikan Dokter Spesialis" (diunggah Kamis, 28 Mei 2020 pukul 14.07 WIB).
4. "Ini Kronologis Kasus Dr. A Divonis Lakukan Kekerasan Psikis Ke Ortu Kandung" (diunggah Jumat, 29 Mei 2020 pukul 09.52 WIB).
yang pada pokoknya pengaduan tersebut berisi tentang ketidakprofesionalan detikcom sebagai Pers dengan tidak mengindahkan Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Dewan Pers telah meminta klarifikasi kepada Pengadu dan Teradu pada Rabu, 8 Juli 2020, melalui aplikasi Zoom. Pengadu dan Teradu hadir.
Berdasarkan hasil klarifikasi tersebut, Dewan Pers menemukan bahwa Dewan Pers menilai berita Teradu melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik, karena menyajikan berita yang tidak uji informasi, tidak akurat, tidak konfirmasi, tidak berimbang dan memuat opini yang menghakimi.
Penilaian tersebut didasarkan adanya fakta bahwa pemberitaan memang disusun tidak berdasarkan data yang dapat diuji validitasnya serta pengadu juga sama sekali tidak pernah dimintakan keterangan ataupun klarifikasi mengenai pemberitaan tersebut.
Menanggapi berita yang dilontarkan tentang permasalahan internal keluarga antara pengadu dengan kedua orang tuanya yaitu berupa pembiayaan pernikahan, pemukulan, menghapus nama kedua orang tua pada acara pesta pernikahan serta menghadirkan orang tua palsu yang menyebabkan kasus KDRT, sebenarnya pemberitaan di atas sudah dijawab pada tanggal 30 November 2017 melalui pemuatan Hak Jawab di sebuah media massa atas rekomendasi dari Dewan Pers melalui Pernyataan, Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor 30 sampai dengan 34/PPR-DP/XI/2017.
1. Dalam keempat artikel tuduhan sebagaimana disampaikan dalam pemberitaan yang dimuat detikcom, disebutkan yang pada intinya tidak sesuai dengan fakta-fakta pada saat persidangan yaitu ribut soal biaya pesta pernikahan karena orang tua pengadu telah memberikan sumbangan Rp 750 juta kepada anaknya untuk biaya pernikahannya, namun dr A masih kekurangan dan meminta lagi sampai naik pitam dan nyaris memukul ayah sendiri. Penulis menyatakan bahwa informasi itu adalah tidak benar dan penulis tidak pernah meminta keterangan maupun klarifikasi soal berita ini kepada sang dokter.
2. Dalam artikel berjudul "Pilu Ortu Biayai Anak Jadi Dokter - Pesta Mewah Pernikahan, Dibalas Air Tuba" pada alinea ke-6, tuduhan sebagaimana disampaikan dalam pemberitaan yang dimuat detikcom, disebutkan yang pada intinya tidak sesuai dengan fakta-fakta pada saat persidangan yaitu "sebelum sampai ke tingkat penuntutan, sudah berkali-kali ditempuh upaya perdamaian. Tetapi dr A ...tidak bersedia bertobat dan meminta maaf kepada orang tuanya".
3. Penulis menyatakan bahwa informasi itu adalah tidak benar dan setelah meminta keterangan narasumber yaitu sang dokter dan kakak kandungnya, menyatakan bahwa sudah sekian kali mereka meminta maaf dan datang ke rumah kedua orang tuanya, namun terakhir kali mereka datang pada tanggal 3 Agustus 2019, mereka berdua diusir dan dilempar dengan gelas. Kakak kandung sang dokter yang mengalami hal yang sama sebelum kejadian ini pun, diminta untuk menceraikan istrinya terlebih dahulu baru akan dimaafkan. Sang dokter pun sudah sampai sujud mencium kaki ayahnya untuk meminta maaf apabila telah memilih istri ketimbang orang tuanya, namun sang dokter malah disuruh angkat kaki dari rumah dan dicoret namanya dari akta. Bahkan sang dokter menuruti syarat perdamaian dari kedua orang tuanya untuk keluar dari sekolah/ pendidikan dokter spesialis, namun ternyata orang tuanya tetap membawa sang dokter ke meja hijau.
4. Dalam artikel berjudul "Ini Kronologis Kasus Dr. A Divonis Lakukan Kekerasan Psikis Ke Ortu Kandung" pada alinea ke-4, tuduhan sebagaimana disampaikan dalam pemberitaan yang dimuat detikcom, disebutkan yang pada intinya tidak sesuai dengan sumber informasi yang diambil oleh penulis melalui putusan PT Jakarta Nomor 168/Pid/2020/PT.DKI yaitu "Rangkaian pilu yang bertubi-tubi itu membuat orang tuanya depresi ... akibat konflik dengan anaknya". Bahwa berdasarkan hasil Visum et Repertum Psychiatricum Rumah Sakit Bhayangkara TK.I R. Said Sukanto tanggal 17 Juli 2018 yang dapat diakses dari website Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diperoleh kesimpulan hasil pemeriksaan terhadap saksi E mengalami gangguan depresi disertai pelaku agitatif akibat konflik yang dialami dalam KELUARGA.
5. Menurut keterangan saksi-saksi selama persidangan, terperiksa selama hidupnya selalu memilik konflik dengan seluruh anggota keluarganya.
Bahwa secara keseluruhan, pemberitaan tersebut adalah tidak benar adanya dan mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi.
Catatan Redaksi:
Pemuatan Hak Jawab ini sekaligus sebagai bentuk permintaan maaf redaksi kepada dr Adams Selamat Adi Kuasa dan pembaca atas kekeliruan dan ketidakakuratan pemberitaan.
(asp/fjp)