Corona di Indonesia Belum Fase Puncak, Jumlah Tes dan Kasus Baru Ratusan

Corona di Indonesia Belum Fase Puncak, Jumlah Tes dan Kasus Baru Ratusan

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Rabu, 01 Apr 2020 18:50 WIB
Hand of scientist is holding a test-tube with positive blood test on CORONAVIRUS
Foto: Ilustrasi tes Corona (Getty Images/iStockphoto/andriano_cz)
Jakarta -

Menurut sejumlah pemodelan matematika, hari ini Indonesia belum masuk fase puncak wabah Corona (COVID-19). Namun, jumlah kasus baru positif COVID-19 sudah ratusan per harinya. Spesimen baru yang dites Corona (COVID-19) selama beberapa hari belakangan ini juga masih di angka ratusan.

Dinamika harian angka positif COVID-19 diamati detikcom dari situs pemerintah, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Rabu (1/4/2020). Terlihat ada penurunan kasus baru positif COVID-19.

Tanggal 29 ke 30 Maret 2020, jumlah total positif COVID-19 di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 1 kasus, dari 130 kasus ke 129 kasus baru COVID-19. Sedangkan, tanggal 30 ke 31 Maret 2020, jumlah total positif COVID-19 di Indonesia turun lagi sebanyak 15 kasus, yakni dari 129 kasus ke 114 kasus baru COVID-19. Terakhir, tanggal 31 Maret ke 1 April 2020, jumlah total positif COVID-19 di Indonesia mengalami peningkatan 35 kasus, yakni dari 114 kasus ke 149 kasus baru COVID-19.


Tren penurunan kasus positif COVID-19 ternyata juga diikuti oleh penurunan jumlah tes spesimen baru. Dilihat dari situs Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, diakses detikcom, Rabu (1/4/2020), jumlah spesimen yang diperiksa di Indonesia dari 30 Desember 2019 sampai 30 Maret 2020 ada 6.663 spesimen. Sebanyak 78,8% dari total jumlah spesimen itu punya hasil tes negatif COVID-19. Jumlah spesimen sama dengan jumlah orang yang dites.

Berapa spesimen baru per harinya yang Indonesia periksa? Untuk mengetahuinya, penghitungan perlu dilakukan tersendiri karena Kementerian Kesehatan RI tidak menampilkan data jumlah spesimen baru per harinya, hingga berita ini diturunkan.

Berikut adalah jumlah spesimen baru per hari, selama lima hari terakhir:

- 25 ke 26 Maret 2020
Spesimen baru: 514 (4.336-3.822)

- 26 ke 27 Maret 2020
Spesimen baru: 1.439 (5.775-4.336)

- 27 ke 28 Maret 2020
Spesimen baru: 491 (6.266-5.775)

- 28 ke 29 Maret 2020
Spesimen baru: 268 (6.534-6.266)

- 29 ke 30 Maret 2020
Spesimen baru: 129 (6.663-6.534)

- 30 ke 31 Maret 2020
Spesimen baru: 114 (6.777-6.663)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Pergerakan jumlah tes yang menurun ini tidak searah dengan pemodelan matematika terkait fase puncak Corona. Setidaknya, saat ini sudah beberapa pemodelan matematika tentang fase puncak Corona di Indonesia.


ITB: Puncak Corona pertengahan April

Pemodelan fase puncak Corona salah satunya datang dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Seperti yang dilansir BBC, Kepala Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi ITB, Nuning Nuraini menjelaskan bahwa kasus COVID-19 di Indonesia bisa melampaui angka 8.000.

Nining bersama Simulasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam makalah bertajuk "Data dan Simulasi COVID-19 dipandang dari Pendekatan Model Matematika" memprediksi puncak kasus di Indonesia akan terjadi pada pertengahan April 2020.


Prediksi ini didapat menggunakan permodelan Kurva Richard yang terbukti cukup baik menentukan awal, puncak, dan akhir endemik SARS di Hong Kong pada 2003. Dalam makalah tersebut disebutkan, model ini mampu menggambarkan dinamika penderita COVID-19 pada setiap negara yang dianalisis.

ILUNI Matematika UI: Puncak Corona 16 April

Sementara itu, Ikatan Alumni Departemen Matematika Universitas Indonesia (ILUNI Matematika UI) juga membuat permodelan yang memprediksi fase puncak dan akhir wabah ini.

Pemodelan COVID-19 ini menggunakan sebuah model sederhana yang dikembangkan dengan model SIRU, Infected dan Unreported Case. Tim pembuatnya adalah Barry Mikhael Cavin, Rahmat Ali Kafi, Yoshua Yonatan H dan Imanuel M Rustijono.

Data yang digunakan untuk simulasi merupakan data kasus kumulatif dari tanggal 2 Maret hingga 29 Maret yang dipublikasikan oleh kawalcovid19.id. Data ini kemudian dihampiri dengan kurva eksponensial dan diestimasi dengan parameter X1, X2, X3. Asumsinya banyak orang yang terjangkit namun tak bergejala.

"Kita meyakini bahwa sebenarnya banyak orang yang terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala, seperti yang terjadi di negara lain," tulis Tim ILUNI Matematika UI dalam penjelasannya.

Berangkat dari kemungkinan orang yang terinfeksi dan kaitannya dengan physical distancing, mereka lantas membuat tiga jenis skenario berdasarkan laju interaksi antarmanusia tadi. Tiga skenario ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat Indonesia. Begini skenarionya:

Berikut ini hasil yang diperoleh dari tiga skenario ini. Dengan tetap melanjutkan kondisi sekarang, maka skenario yang paling mungkin ialah skenario 2.

Skenario 1: Puncak pandemi terjadi tanggal 4 Juni dengan 11.318 kasus baru dan akumulasi kasus positif mencapai ratusan ribu kasus. Pandemi berakhir pada akhir Agustus-awal September.

Skenario 2: Puncak pandemi terjadi tanggal 2 Mei dengan 1.490 kasus baru dengan akumulasi kasus positif mencapai 60.000 kasus. Pandemi berakhir pada akhir Juni - awal Juli. Skenario 2 yang paling mungkin terjadi jika kondisi saat ini dilanjutkan (kebijakan kurang tegas dan masyarakat tidak disiplin).

Skenario 3: Puncak pandemi terjadi tanggal 16 April dengan 546 kasus baru dan akumulasi kasus positif 17.000 kasus. Pandemi berakhir pada akhir Mei- awal Juni.

BIN: Puncak Corona pada April ke Mei

Pemerintah pun punya versi lain soal fase puncak ini. Deputi V BIN Afini Boer mengungkap puncak penyebaran infeksi virus tersebut diprediksi terjadi 60-80 hari sejak pertama kali diumumkan atau pada April-Mei saat memasuki bulan Ramadhan.

"Jadi, kalau kita hitung-hitung, masa puncak itu mungkin jatuhnya di bulan Mei, berdasarkan permodelan ini. Bulan puasa, bulan puasa," kata Afini dalam diskusi 'Bersatu Melawan Corona' di Little League, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2020).



Afini juga mencontohkan permodelan yang ada di China dan Inggris. Untuk kasus di Indonesia, permodelan dibuat sesuai data-data terkait Corona yang sudah ada.

"Di Indonesia sebetulnya bekerja sama dengan beberapa pihak, itu sama juga membuat permodelan dari data yang sudah ada. Dari permodelan yang ada, kita memperkirakan bahwa masa puncak di Indonesia itu akan berlaku 60-80 hari sejak infeksi pertama itu diumumkan tanggal 2 Maret," kata Afini.

Afini mengatakan data itu didapatkan dari permodelan yang dibuat dengan memperkirakan variabel yang terinfeksi dan yang sembuh. Selain itu, ada juga simulasi dari pemodelan itu yang telah dibuat beberapa minggu sebelumnya.


Ketiga pemodelan matematika tersebut tidak ada yang menyebut fase puncak terjadi antara 29 hingga 31 Maret atau 1 April. Namun, tes Corona yang dilakukan oleh pemerintah trennya justru menurun, dari tanggal 26, 27, 28, 29 dan 30 Maret.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads