Eks Direktur Strategi, Pengembangan Bisnis, dan Manajemen Risiko PT Garuda Indonesia Archirina mengaku pernah berdebat dengan Emirsyah Satar, yang menjabat Direktur Utama PT Garuda Indonesia, soal gratifikasi. Menurut Archirina, Emirsyah menganggap gratifikasi wajar saat berbisnis.
Hal itu disampaikan Archirina saat ditanya jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Raya, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
"Ada keterangan Ibu begini, untuk membantukan whistleblower harus mendapat persetujuan BOD (board of directors). Pada saat itu ada penolakan dari Direktur Utama Pak Emirsyah Satar dengan alasan bahwa pemberian atau gratifikasi adalah best practice dalam bisnis. Pernah?" tanya jaksa kepada Archirina.
"Jadi begini Pak, dalam penerapan, saya menerapkan GCG (good corporate governance) kaitannya terakhir kita mengimplementasikan whistleblower. Kan tadi tatanan dalam proses pengadaan harus direct source, tetapi dalam kaitannya GCG (good corporate governance) saya melakukan implementasi whistleblower," jelas Archirina.
Dalam rapat direksi, Archina mengatakan pemberian gratifikasi tidak diperbolehkan dalam pengadaan bisnis di PT Garuda Indonesia. Apabila ada seluruh pegawai ataupun direksi PT Garuda Indonesia yang menerima gratifikasi, mereka harus melapor ke penegak hukum.
"Jadi intinya whistleblower itu ke situ, tatanan yang mengatur pemberian harus dilaporkan. Intinya apapun dalam prosedur pengadaan tidak boleh menerima apapun, gratifikasi tidak boleh. tapi dalam implementasi GCG kita akan menerapkan whistleblowing system yang jadi kalau ada orang yang menemukan, ada orang yang melakukan gratifikasi bisa ada media melaporkan," jelas dia.
Soal gratifikasi, Archina menyebut Emirsyah menyampaikan pelaporan gratifikasi bisa membahayakan. Emirsyah disebutnya menolak adanya pelaporan gratifikasi.
"Waktu itu dalam diskusi terdakwa mengatakan bisa membahayakan karena kita dalam bisnis, kalau dalam bisnis itu hal yang biasa, saya mendebat kalau apa pun dalam pengadaan, gratifikasi itu tidak bisa," tutur dia.
Dalam perkara ini duduk sebagai terdakwa Emirsyah Satar selaku mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia. Dia didakwa menerima suap yang totalnya sekitar Rp 46 miliar terkait pengadaan serta perawatan pesawat. Uang itu disebut dari beberapa vendor, termasuk Rolls-Royce, melalui perantara, yaitu Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo, yang juga didakwa dalam perkara ini.
Selain dalam kasus suap, Emirsyah didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Perbuatan Emirsyah disebut dilakukan bersama Soetikno Soedarjo.