Limbah peternakan sapi perah milik PT Greenfield yang mencemari sungai di Blitar, berdampak pada aktivitas warga sekitar. Warga melaporkan, beberapa sumur di pinggir sungai terkontaminasi dan ribuan ikan ternak warga mati.
Pantauan detikcom, bau busuk kotoran sapi langsung menyengat begitu memasuki wilayah Desa Tegalasri Kecamatan Wlingi. Di depan Kantor Desa Tegalasri, tampak beberapa warga mengangkut air dari sumur tetangganya yang berada di sisi barat jalan.
Menurut pengakuan mereka, sumur warga yang berada di sisi timur jalan sejak enam bulan lalu terkontaminasi. Posisi sumur memang berada sekitar 5 sampai 10 meter dari aliran Sungai Genjong. Setidaknya ada sebanyak 11 sumur warga Tegalasri yang tidak bisa dimanfaatkan airnya untuk masak dan mencuci.
"Air sumurnya bau mbak. Silahkan dilihat, warna airnya berubah coklat kehijauan. Apalagi sejak ada hujan ini, tambah parah baunya. Ya seperti lethong (kotoran sapi) itu," kata Momot (42) kepada detikcom, Rabu (29/01/2020).
Hal senada juga disampaikan Suliasih (47). Ibu rumah tangga itu terpaksa ngangsu (Mengambil air) dari sumur tetangga yang letaknya di barat jalan. Karena dia tidak berani memakai sumur di rumahnya untuk memasak.
"Bau gitu mana berani pakai masak. Ya sumur kami jadi begini sejak Sungai Genjong tercemar limbahnya peternakan sapi itu. Mungkin airnya sungai meresap sampai sumur kami," keluhnya.
Tak hanya itu, beberapa peternak ikan yang memanfaatkan air di aliran Sungai Genjong untuk pengairan kolamnya harus menanggung rugi. Pasalnya ribuan bibit ikan yang mereka tebar, mati dalam jangka waktu tiga hari.
Seperti yang dialami Mukeni (72) dan enam peternak lain di Dusun Sumberarum Rw 3 RT 7 Desa Tegalasri. Cerita Mukeni, sebelumnya aliran Sungai Genjong tidak bermasalah untuk beternak lele. Namun ketika bibit ikan Majalaya, Koi dan Nila sebanyak 4500 ekor ditebar, bibit ikan mati mengambang hanya tiga hari sejak ditebar di kolam.
"Saya beli bibit tanggal 10 Januari 2020. Lalu saya alirkan air dari Sungai Genjong. Awalnya saya ragu-ragu juga, karena warna airnya coklat kehijauan begitu. Baru tanggal 13 benih saya sebar. Lha kok tanggal 17 sudah pada mati mengambang," tutur Mukeni sambil menunjukkan foto-foto ikannya yang mati.
Mukeni sengaja mendokumentasikan ribuan bibit ikannya yang mati atas dasar saran dari pamong desa. Begitu juga dengan para peternak ikan yang lain. Dokumentasi inilah yang nantinya akan dilampirkan sebagai bahan meminta ganti rugi kepada PT Greenfield.
Karena biaya untuk membeli bibit dan pakan yang terbuang mencapai Rp 6,5 juta. Belum lagi dia tidak bisa mendapatkan penghasilan dari ternak ikan selama air Sungai Genjong masih tercemar limbah. Padahal dari hasil beternak ikan ini, Mukeni dan peternak lainnya bisa meraup keuntungan sekitar 144 juta per tahun.